Jakarta (DMS) – Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDIP, Selly Andriany Gantina, mendesak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk memberikan hukuman maksimal terhadap eks Kapolres Ngada, Polda NTT, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, yang terlibat dalam kasus asusila terhadap anak di bawah umur, pornografi, dan penyalahgunaan narkoba.
“Hukuman maksimal harus dijatuhkan. Sebagai Kapolres, seharusnya dia menjadi teladan, bukan malah merusak masa depan anak-anak. Ini benar-benar perbuatan keji,” ujar Selly kepada wartawan, Selasa (11/3).
Selly menilai, setelah dijatuhi pemecatan oleh Divisi Propam Polri, AKBP Fajar layak menerima hukuman berat, termasuk hukuman mati. Hal ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) serta Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Pasal 13 UU TPKS menyebutkan bahwa eksploitasi seksual terhadap seseorang di bawah kekuasaan pelaku dapat dijatuhi hukuman hingga 15 tahun penjara. Sementara itu, tindak pidana ini dilakukan berlapis dengan bukti rekaman aksi asusila serta penggunaan narkotika.
“Jika hukuman ini dijunto-kan, dia bisa dikenai hukuman minimal 20 tahun penjara. Namun, mengingat kebiadabannya, hukuman seumur hidup atau hukuman mati lebih layak,” tegas Selly.
Ia juga menekankan pentingnya proses hukum yang transparan dan akuntabel agar keadilan bagi para korban dapat terwujud tanpa hambatan.
Kasus Berawal dari Dugaan Penyalahgunaan Narkoba
Sebelumnya, AKBP Fajar Widyadharma ditangkap oleh Divisi Propam Polri pada Kamis (20/2) atas dugaan penyalahgunaan narkoba. Kabid Humas Polda NTT, Kombes Henry Novika Chandra, mengungkapkan bahwa hasil tes urine menunjukkan Fajar positif menggunakan sabu.
Tak hanya itu, Fajar juga diduga melakukan pencabulan terhadap tiga anak di bawah umur. Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kupang, Imelda Manafe, menyebut bahwa pihaknya menangani satu korban berusia 12 tahun. Berdasarkan asesmen lanjutan, jumlah korban bertambah menjadi tiga anak, masing-masing berusia 3, 12, dan 14 tahun.
Dugaan Penyebaran Konten Asusila Hingga Australia
Kasus ini semakin mencuat setelah pihak kepolisian Australia mengungkap adanya video asusila yang melibatkan Fajar. Australian Federal Police (AFP) mendeteksi bahwa video tersebut diunggah dari Kota Kupang, NTT. Informasi ini kemudian disampaikan ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) RI.
Berdasarkan penyelidikan Ditreskrimum Polda NTT, salah satu korban berinisial I (6) mengalami pencabulan di sebuah hotel di Kota Kupang pada Selasa (11/6/2024) malam. Diketahui, korban diperkenalkan kepada Fajar oleh seorang remaja berinisial F (15), yang menerima imbalan sebesar Rp 3 juta.
Proses Hukum Berlanjut
Kasus ini telah memasuki tahap penyidikan sejak Selasa (4/3). Menurut Dirreskrimum Polda NTT, Kombes Patar Silalahi, pengungkapan kasus ini berawal dari informasi yang diterima oleh Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri dari AFP terkait dugaan kekerasan seksual terhadap anak di Kota Kupang.
Sebagai tindak lanjut, Polda NTT telah memeriksa tujuh saksi, termasuk pengelola dan petugas hotel tempat kejadian perkara. Saat ini, AKBP Fajar Widyadharma menjalani penahanan di Mabes Polri sambil menunggu proses hukum lebih lanjut.
Kapolda NTT, Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga, telah menunjuk AKBP Rachmad Muchamad Salihi sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kapolres Ngada guna menggantikan Fajar Widyadharma.DMS/CC