Jakarta (DMS) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka penyelidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi (TPK) dalam pengelolaan kuota haji. Penyelidikan ini dilakukan setelah menerima sejumlah laporan dari masyarakat sepanjang tahun 2024.
“Sebagaimana disampaikan oleh Plt. Deputi Penindakan, laporan masyarakat terkait dugaan korupsi kuota haji kini sedang dalam proses penyelidikan,” ujar Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto melalui pesan tertulis, Jumat (20/6).
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu juga membenarkan adanya pengusutan perkara tersebut. Namun, ia belum merinci lebih lanjut proses yang sedang berjalan.
“Benar, perkara kuota haji sedang diusut,” kata Asep, Kamis (19/6).
Berdasarkan catatan, sepanjang Juli hingga Agustus 2024, KPK telah menerima sedikitnya lima laporan terkait dugaan penyimpangan dalam pengelolaan kuota haji.
Laporan pertama disampaikan oleh Gerakan Aktivis Mahasiswa UBK Bersatu (GAMBU) pada 31 Juli 2024, yang mendesak pemeriksaan terhadap Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas, dan Wakil Menteri Saiful Rahmat Dasuki.
Laporan kedua dilayangkan oleh Front Pemuda Anti-Korupsi pada 1 Agustus 2024, yang menyoroti dugaan pengalihan kuota haji secara sepihak oleh Kementerian Agama (Kemenag).
Selanjutnya, pada 2 Agustus 2024, mahasiswa STMIK Jayakarta juga melaporkan dugaan serupa ke KPK, disusul laporan dari Aliansi Mahasiswa dan Pemuda untuk Keadilan Rakyat (AMALAN Rakyat) pada 5 Agustus 2024.
Laporan terakhir diajukan oleh Jaringan Perempuan Indonesia (JPI) pada 6 Agustus 2024. Sebelum melapor, mereka menggelar aksi di halaman Gedung Merah Putih KPK sambil membawa spanduk bergambar Menteri Agama saat itu dan menyerahkan bunga kepada petugas pengamanan.
Menag Tak Ingin Tambah Kuota Secara Serampangan
Sementara itu, Menteri Agama saat ini, Nasaruddin Umar, menyatakan tidak ingin terburu-buru menambah kuota haji karena berisiko menimbulkan penyimpangan dalam pelaksanaan ibadah di tanah suci.
“Saya tidak selalu berambisi menambah kuota haji karena hal itu bisa membuka peluang terjadinya penyimpangan,” ujar Nasaruddin saat menghadiri acara ‘Membangun Integritas Bangsa Melalui Peran Serta Masyarakat Keagamaan’ di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Rabu (12/3).
Ia menjelaskan, kuota haji telah diukur berdasarkan kapasitas dan perhitungan dari masing-masing negara. Jika dilakukan penambahan secara tidak terencana, bisa berdampak pada ketidaktertiban logistik dan pelayanan di lapangan.
“Kalau ditambah 20.000, mau taruh kasurnya di mana? Bisa-bisa menyerobot tenda, makanan, bahkan transportasi milik jemaah dari negara lain,” ucapnya.
Nasaruddin menilai, dibandingkan menambah kuota, akan lebih bermanfaat jika jumlah petugas pendamping haji diperbanyak untuk meningkatkan pelayanan kepada jemaah.DMS/CC