Jakarta (DMS) -Cisco baru mempublikasikan sejumlah temuan dari Cisco 2024 AI Readiness Index. Salah satunya adalah menurunnya kesiapan perusahaan di Indonesia dalam penerapan AI.
Laporan ini mengungkap hanya 19% perusahaan di Indonesia siap sepenuhnya untuk menerapkan dan memanfaatkan teknologi berbasis AI, menurun dari 20% di tahun lalu.
Penurunan ini menegaskan adanya sejumlah tantangan yang dihadapi perusahaan dalam mengadopsi, menerapkan dan sepenuhnya memanfaatkan AI. Mengingat perkembangan pasar dan potensi dampak AI yang signifikan terhadap operasional bisnis, kesenjangan dalam kesiapan ini sangat penting.
Cisco menyusun laporan ini menggunakan survei obyektif (double-blind) yang dilakukan terhadap 3.660 pemimpin senior bisnis dari perusahaan-perusahaan dengan 500 atau lebih karyawan di 14 pasar di APJC (Asia Pasifik, Jepang dan China). Para pemimpin ini bertanggung jawab atas integrasi dan penerapan AI di perusahaan mereka.
Indeks kesiapan AI ini diukur berdasarkan enam pilar: strategi, infrastruktur, data, tata kelola, talenta dan budaya.
AI telah menjadi pondasi bagi strategi bisnis, dan urgensi untuk mengadopsi dan menerapkan teknologi AI di kalangan perusahaan tengah meningkat. Di Indonesia, hampir semua perusahaan (99%) melaporkan peningkatan urgensi untuk menerapkan AI di tahun depan, yang sebagian besar didorong oleh CEO dan tim pemimpin.
Selain itu, perusahaan-perusahaan mengalokasikan sumber daya dalam jumlah yang signifikan untuk AI, dengan 52% melaporkan bahwa 10% hingga 30% dari anggaran IT mereka dialokasikan untuk penerapan AI.
Meskipun ada investasi AI yang signifikan dilakukan di area-area strategis seperti keamanan siber, infrastruktur IT dan analitik dan manajemen data, banyak perusahaan melaporkan bahwa hasil dari investasi tersebut tidak memenuhi harapan mereka.
“Ketika perusahaan-perusahaan mempercepat inisiatif AI mereka, mengadopsi pendekatan yang komprehensif terhadap implementasi dan memahami semua untuk menghubungkan ambisi AI dengan kesiapan sangatlah penting,” kata Marina Kacaribu, Managing Director, Cisco Indonesia, dalam keterangan yang diterima detikINET.
“AI Readiness Index tahun ini mengungkapkan bahwa untuk bisa sepenuhnya memanfaatkan potensi AI, perusahaan-perusahaan membutuhkan infrastruktur digital modern yang mampu menjawab perubahan dalam kebutuhan listrik dan persyaratan latensi jaringan akibat beban kerja AI yang semakin meningkat. Hal ini harus didukung oleh visibilitas yang tepat untuk mencapai tujuan bisnis mereka,” tambahnya.
Kesiapan infrastruktur AI dinilai sebagai tantangan terbesar dalam menerapkan AI. Juga ada kesenjangan di beberapa area lain yakni komputasi, performa jaringan pusat data, dan keamanan siber.
Hanya 34% perusahaan memiliki GPU yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan AI saat ini dan di masa yang akan datang, dan 49% memiliki kemampuan untuk melindungi data dalam model AI dengan enkripsi yang menyeluruh, audit keamanan, pengawasan berkelanjutan, dan respon yang cepat terhadap ancaman.
Selain itu, ada juga hambatan pada kurangnya talenta terampil. Perusahaan-perusahaan menyoroti hal ini sebagai tantangan utama di seluruh infrastruktur, data dan tata Kelola. Hal ini menegaskan sangat pentingnya tenaga profesional untuk mendorong inisiatif-inisiatif AI.
“Ketika kompetisi mengadopsi AI semakin cepat, talenta akan menjadi faktor pembeda utama bagi berbagai perusahaan. Telah terjadi kekurangan talenta terampil dalam berbagai aspek AI. Hal ini berarti perusahaan-perusahaan harus berinvestasi di SDM yang dimiliki saat ini untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat,” kata Anupam Trehan, VP, People and Communities APJC, Cisco.
“Pada saat yang sama, semua pemangku kepentingan – sektor privat dan publik, institusi pendidikan, dan pemerintah – harus bekerja sama untuk mengembangkan talenta-talenta lokal sehingga seluruh ekosistem bisa mendapatkan keuntungan dari potensi besar yang ditawarkan AI,” tutupnya.DMS/DC