[ad_1]
Rencana pemerintah Thailand untuk membuka kembali sektor pariwisatanya untuk turis asing dalam 100 hari mendatang diragukan setelah negara tersebut mengalami lonjakan kasus Covid.
Sebanyak 7.000 kasus dan 75 kematian dilaporkan terjadi pada Kamis (08/07), sebuah rekor harian baru di negara itu.
Tahun lalu Thailand dipandang sukses meredam penularan Covid hingga pernah mencatat jumlah kasus dengan hitungan jari.
Akan tetapi, lonjakan kasus terkait varian Delta, membuat layanan kesehatan itu kewalahan.
Bahkan, sejumlah laporan menyebutkan beberapa rumah sakit sudah kehabisan tempat tidur untuk merawat pasien dengan gejala berat.
Guna mengatasinya, awal pekan ini pemerintah Thailand mengumumkan sebuah rencana untuk mengubah sebuah terminal di bandara menjadi rumah sakit lapangan yang dilengkapi unit perawatan intensif dan bisa menampung setidaknya 5.000 pasien.
Bisa ‘lebih parah dari Indonesia’
Sejak pandemi melanda, industri pariwisata Thailand terdampak parah.
Untuk membangkitkannya, awal bulan ini Perdana Menteri Prayut Chan-ocha menetapkan target pembukaan pariwisata dalam 120 hari agar para turis yang sudah mendapat vaksinasi bisa berjalan-jalan dan membelanjakan uang mereka di semua tempat usaha di Thailand.
Menurutnya, Thailand tidak bisa “menunggu semua orang divaksinasi penuh dengan dua dosis, atau ketika dunia bebas virus, sehingga [pariwisata] dibuka lagi”.
Tenggat yang ditetapkannya pada pertengahan Oktober tampak berjalan mulus.
Bahkan, awal pekan lalu, Thailand membuka pintu bagi para wisatawan ke Phuket tanpa proses karantina.
Sejak saat itu, sekitar 2.000 pelancong telah datang ke “Kolam Pasir Phuket”—yang merujuk pada metode untuk membangkitkan pariwisata.
Akan tetapi, pada Rabu (07/07), Phuket mencatat kasus impor Covid yang pertama—seorang pelancong dari Uni Emirat Arab.
Adapun kasus-kasus Covid lainnya bermunculan di Ibu Kota Bangkok.
Para pakar menyarankan agar pemerintah Thailand menempuh karantina wilayah alias lockdown, yang disebut sebagai solusi tunggal untuk meredam penularan.
“Lockdown ketat adalah satu-satunya jalan keluar,” kata Dr Anan Jongkaewwattana, direktur riset di Pusat Teknologi genetika dan Bioteknologi Nasional kepada Bloomberg.
“Jika situasi ini berlanjut, wabah di Thailand akan lebih parah dari Indonesia berdasarkan per kapita, yakni sebanyak 20.000 kasus per hari dalam beberapa bulan mendatang,” jelasnya.
Sejauh ini pemerintah Thailand menerapkan pengetatan di semua restoran dan lokasi proyek, alih-alih lockdown.
Para pemilik tempat usaha mengatakan mereka tidak sanggup menjalani lockdown.
“Jika [restoran saya] tutup, apa yang saya lakukan? Apakah saya harus menyia-nyiakan semua yang telah saya bangun dan merumahkan semua karyawan saya?” tanya seorang pemilik restoran kepada BBC.
Thailand saat ini masih kewalahan dalam memvaksinasi warganya. Target 10 juta dosis per bulan tidak terkejar.
Awal pekan lalu, seorang pejabat senior Kementerian Kesehatan mengaku hanya lima hingga enam juta dosis AstraZeneca yang bakal tersedia di Thailand.
Direktur Institut Vaksin Nasional mengatakan Thailand harus mendapatkan vaksin dari para pembuat vaksin lainnya guna memenuhi target.
Wartawan BBC di Thailand, Jonathan Head, melaporkan sebagian publik berang terhadap pemerintah yang dianggap gagal memesan vaksin dalam jumlah memadai, mengingat banyak daerah telah kehabisan vaksin.
Sekitar 15% populasi Thailand telah menerima setidaknya satu dosis vaksin, sedangkan populasi yang menerima dua dosis mencapai 4,3% penduduk.
[ad_2]
Source link