Jakarta – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit menuding defisit APBN era transisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Prabowo Subianto merupakan tertinggi.
Adapun defisit sesuai Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Dalam KEM PPKF APBN 2025, defisit APBN tahun depan dirancang sebesar 2,45 persen sampai 2,82 persen dari produk domestik bruto (PDB).
“Defisitnya hampir 3 persen. Pakai batas minimum saja sudah Rp600 triliun. Setiap pergantian pemerintahan kita punya preseden defisit. Nah, defisit transisi ini adalah yang paling tinggi dari proses transisi yang pernah ada,” ujar Dolfie dalam Rapat Badan Anggaran, Selasa (4/6).
Jika dilihat, defisit itu memang paling tinggi. Tercatat pada RAPBN 2005 atau masa transisi Megawati ke SBY, defisit hanya sebesar 0,8 persen dari PDB atau sekitar Rp16,9 triliun.
Lalu, defisit APBN 2015 atau transisi SBY ke Jokowi defisit adalah sebesar 2,32 persen atau sekitar Rp257,6 triliun.
Dolfie pun lantas mempertanyakan defisit itu sejatinya akan digunakan untuk belanja apa.
“Presidennya belum kerja anggarannya sudah defisit lebih dari Rp600 triliun. Ini untuk membiayai program siapa?” kata dia.
Sri Mulyani Berasa Naik Roller Coaster Saat Jadi Bendahara Negara
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya memaparkan bahwa defisit anggaran pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka berada di level 2,45 persen hingga 2,82 persen.
Hal ini sekaligus menanggapi permintaan Fraksi PDI-P pada rapat Paripurna sebelumnya yang meminta defisit anggaran disusun menuju 0 persen pada 2025.
Ia menekankan defisit tersebut disusun dengan mempertimbangkan seluruh program belanja dan pendapatan yang telah dirancang pada tahun depan. Seperti konsumsi pemerintah dan investasi yang diperkirakan tumbuh 4,7 persen sampai 5,2 persen.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi ditargetkan bisa mencapai 5,1 persen sampai 5,5 persen. Di mana motor penggerak utamanya, konsumsi rumah tangga diharapkan bisa tumbuh 5 persen sampai 5,2 persen.
“Hal ini didukung oleh terus dijaganya daya beli masyarakat lewat pengendalian inflasi,” jelasnya.
Menurutnya, target perekonomian memang cukup ambisius namun tetap realistis. Sesuai dengan rencana yang disusun untuk mencapai Indonesia Emas 2045.
“Dengan kualitas dan inklusivitas yang perlu diperbaiki terus untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi, kontribusi dari produktivitas harus ditingkatkan. Ini dapat diperoleh lewat investasi SDM dan transformasi ekonomi agar menciptakan nilai tambah yang semakin tinggi dalam perekonomian nasional,” pungkasnya.DMS/AC