Berita Internasional, Jakarta – Duta Besar Sudan untuk Indonesia Yassir Mohamed Ali mengungkapkan bahwa Pasukan Pendukung Cepat (Rapid Support Forces/RSF) melakukan sejumlah tindakan kejam, salah satunya merekrut anak-anak untuk menjadi tentara.
“RSF, dengan sumber daya yang sangat besar, tidak pernah membangun satu pun sekolah di Darfur atau di Sudan. Mereka lebih suka menarik anak-anak dari keluarga miskin untuk didaftarkan sebagai tentara, yang merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang mencolok,” kata Yassir dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (3/5/2023).
Yassir mengatakan bahwa RSF telah mengerahkan lebih dari 40.000 tentara di Ibu Kota, dengan menggunakan mobil SUV bersenjata lengkap.
“Saat ini telah dikonfirmasi bahwa setelah penghancuran semua sumber dukungan logistik dasar RSF, sebanyak 85 persen tentara mereka telah menyerah, melarikan diri, atau dibunuh oleh militer,” kata Yassir.
Oleh karena itu, kata Yassir, berdasarkan fakta-fakta tersebut, tidaklah tepat untuk menggambarkan apa yang sedang terjadi di Sudan sebagai sebuah perang saudara.
“Ini lebih merupakan tindakan yang tak terelakkan oleh SAF terhadap kelompok pemberontak bersenjata yang mencoba melakukan kudeta untuk merebut kekuasaan dan mencoba membunuh kepala negara serta menguasai semua lokasi strategis di Khartoum,” katanya.
Menurutnya, sekarang jelas bahwa serangan itu direncanakan, dipersiapkan dan diorganisir dengan baik, tidak hanya oleh RSF yang memberontak tetapi juga didukung oleh unsur-unsur asing dalam konspirasi besar untuk mengepung kekuasaan secara paksa di Sudan.
Yassir juga mengungkapkan bahwa RSF telah melanggar gencatan senjata kemanusiaan sebanyak enam kali dan merusak sejumlah kantor diplomatik seperti Kedutaan Besar Uni Eropa, India, Indonesia, Malaysia, dan saluran diplomatik milik Kedutaan Besar Amerika Serikat.
“Pasukan pemberontak juga menjarah mobil-mobil milik Kedutaan Besar Indonesia dan membunuh salah satu atase di Kedutaan Besar Mesir,” ujarnya.
Kementerian Luar Negeri Sudan telah mengeluarkan kecaman atas pelanggaran mencolok terhadap misi diplomatik, personil dan properti mereka oleh RSF.
Menurut sebuah pernyataan dari juru bicara militer, operasi militer untuk menyatakan Khartoum benar-benar bebas dari kendali RSF mungkin akan memakan waktu beberapa hari.
“Konflik militer di Sudan telah berkecamuk sejak 15 April, yang menewaskan 528 orang dan melukai lebih dari 4.000 orang,” pungkasnya . DMS