Jakarta (DMS) – Idul Fitri 2025 sudah ditetapkan pemerintah negara-negara di dunia. Tidak seragam. Ada yang merayakan pada Minggu 30 Maret, ada yang Senin 31 Maret.
Dilansir dari Gulf News, Roya News dan NDTV, ditulis Minggu (30/3/2025) berikut negara yang sudah merayakan Idul Fitri 2025 hari ini dan Senin (31/3/2025).
Negara yang Rayakan Idul Fitri 2025 pada Minggu 30 Maret
Arab Saudi
Qatar
Uni Emirat Arab
Bahrain
Kuwait
Yaman
Lebanon
Palestina
Turki
Rusia
Amerika Serikat
Inggris
Kanada
Negara yang Rayakan Idul Fitri 2025 pada Senin 31 Maret
Mesir
Yordania
Oman
Iran
Pakistan
India
Indonesia
Malaysia
Brunei
Singapura
Australia
Kenapa Perbedaan Idul Fitri 2025 Terjadi?
Dilansir dari arsip detikEdu, ada 2 metode penentuan awal bulan Hijriah, termasuk 1 Syawal, yakni metode rukyatul hilal dan metode hisab hakiki wujudul hilal.
Metode Rukyatul Hilal
Idul Fitri setiap tahun jatuh pada 1 Syawal. Islam mengikuti kalender lunar dan menentukan awal setiap bulan dengan penampakan bulan sabit baru yang sangat tipis. Bulan sabit baru ini muncul tepat setelah bulan baru, yakni fase saat bulan tidak terlihat.
Bulan ini dikenal dengan hilal. Rukyat artinya melihat. Rukyatul hilal artinya melihat dengan mata penampakan bulan sabit tipis itu. Pengamatan hilal dilakukan pada hari ke-29 atau malam ke-30 dari bulan yang sedang berjalan. Apabila malam tersebut hilal sudah terlihat, maka malam itu sudah dimulai bulan baru.
Menentukan penampakan bulan sabit baru juga punya berbagai metode dan intepretasi ilmiah tentang metode mana yang terbaik.
Contoh jika di negara A bulan sabit tipis sudah terlihat dengan mata, namun negara tetangganya, negara B tidak terlihat.
Sebagian Muslim percaya bahwa setiap negara harus bergantung pada penampakan bulan lokalnya sendiri. Namun, yang lain berpendapat jika bulan telah terlihat di mana saja di dunia, itu harus diterima oleh semua Muslim sebagai awal bulan Islam yang baru.
Dalam contoh, negara A memutuskan 1 Syawal pada Minggu 30 Maret 2025 karena bulan sabit tipis sudah terlihat pada 29 Ramadan/29 Maret petang kemarin.
Negara B tetangganya, bisa memilih untuk melihat penampakan bulan lokalnya sendiri yang jelas tidak terlihat pada 29 Ramadan/29 Maret kemarin dan menggenapkan puasanya selama 30 hari dengan 1 Syawal jatuh pada Senin, 31 Maret 2025. Atau bisa juga 1 Syawal negara B mengikuti negara A dengan prinsip, bulan sabit tipis sudah terlihat di bagian lain di dunia, jadi harus diterima semua Muslim.
Nah, alasan inilah yang menimbulkan variasi penentuan 1 Syawal di berbagai komunitas muslim di dunia demikian seperti dilansir The Conversation, Jumat (28/3/2025), ditulis Minggu (30/3/2025).
Metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal
Metode penentuan 1 Syawal 2025 selanjutnya adalah hisab hakiki wujudul hilal. Metode hisab ini adalah metode penentuan awal Ramadan melalui perhitungan astronomis. Metode ini meyakini adanya hilal meskipun tidak terlihat dengan mata telanjang selama memenuhi kriteria tertentu. Tiga syarat kriteria dalam penentuan hilal dengan metode ini di antaranya:
- Telah terjadi ijtimak (konjungsi)
- Ijtimak (konjungsi) terjadi sebelum matahari terbenam.
- Pada saat terbenamnya Matahari, piringan atas bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud).
Ketiga kriteria tersebut harus terpenuhi untuk menandakan telah masuk dalam awal bulan hijriyah. Namun dengan catatan, bila menggunakan metode hisab hakiki kriteria ijtimak sebelum gurub (al-ijtima qabla al-gurub), tidak perlu lagi mempertimbangkan keberadaan bulan saat Matahari terbenam di atas ufuk atau bukan.
Indonesia memutuskan 1 Syawal jatuh pada Senin 31 Maret 2025 dalam sidang isbat, Sabtu (29/3/2025). Alasannya, hisab posisi hilal tidak memenuhi kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei-Indonesia-Malaysia-Singapura) dan tak ada laporan hilal terlihat yang memenuhi kriteria MABIMS yakni tinggi hilal 3 derajat dan sudut elongasi 6,4 derajat.
Berdasarkan laporan rukyat dari seluruh Indonesia, dipastikan hilal masih di bawah ufuk dengan ketinggian berkisar minus 3 derajat 15 menit 47 detik sampai dengan minus 1 derajat 4 menit 57 detik.
Sedangkan Arab Saudi, memutuskan 1 Syawal jatuh pada Sabtu 30 Maret 2025 karena bulan sabit tipis terlihat dari Observatorium Tamir pada Jumat, 29 Maret 2025 kemarin.
Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika dari Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin mengungkapkan alasan dari perbedaan penentuan waktu awal Ramadhan/Idul Fitri yang kerap terjadi antara Indonesia dan Arab Saudi.
Dilansir dari Antara News, Selasa (25/2/2025) lalu, ditulis Minggu (30/3/2025), Thomas memaparkan perbedaan penentuan bukan disebabkan karena perbedaan kriteria, namun hal tersebut lebih disebabkan karena perbedaan keputusan antara Pemerintah Arab Saudi dan Pemerintah Indonesia.
“Prinsipnya semakin ke barat, negara-negara yang lebih barat itu lebih bisa melihat posisi bulan yang lebih tinggi dan jarak bulan yang lebih jauh dari posisi matahari,” katanya.
Secara teori, lanjut Thomas, wilayah barat lebih berpotensi melihat hilal lebih besar dibandingkan dengan wilayah timur.
“Jadi sebenarnya wajar ketika di Arab Saudi itu sudah terlihat hilal, padahal di Indonesia belum (terlihat), itu wajar,” ujarnya.DMS/DC