Jakarta (DMS) – Lembaga masyarakat sipil The Indonesian Legal Resource Center (ILRC) mendesak majelis hakim Pengadilan Militer I-06 Banjarmasin mempertimbangkan unsur kekerasan seksual dalam kasus pembunuhan wartawati berinisial J (23) yang diduga dilakukan oleh anggota TNI AL, Kelasi Satu Jumran.
Direktur Eksekutif ILRC Siti Aminah Tardi menilai, korban J mengalami kekerasan seksual berupa pemerkosaan dan pemaksaan perkawinan sebelum akhirnya dibunuh. Ia menilai, rangkaian kekerasan tersebut menunjukkan adanya pola femisida—yakni pembunuhan terhadap perempuan yang didahului atau disertai kekerasan berbasis gender.
“Perbuatan terdakwa tidak hanya menghilangkan nyawa korban, tetapi juga menimbulkan dampak berlapis yang harus dipulihkan, baik kepada korban secara simbolis maupun keluarga yang ditinggalkan,” kata Siti Aminah saat dihubungi di Jakarta, Rabu (21/5).
ILRC menegaskan bahwa pemberian santunan tidak bisa menggantikan hak restitusi bagi keluarga korban dan tidak seharusnya menjadi alasan untuk meringankan hukuman terhadap terdakwa.
“Pemberian sanksi pidana dan administratif seperti pemecatan saja tidak cukup. Korban dan keluarganya memiliki hak atas keadilan, kompensasi, serta bantuan,” ujarnya.
Siti Aminah mengacu pada Deklarasi Prinsip-prinsip Dasar Keadilan bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan (Deklarasi Hak Korban) yang menyatakan bahwa keluarga dekat korban juga berhak atas pemulihan dan perlakuan adil.
“Restitusi kepada keluarga korban merupakan bentuk pengakuan atas hak korban kekerasan seksual dan pembunuhan. Negara wajib hadir untuk memastikan hal ini terpenuhi,” tambah mantan Komisioner Komnas Perempuan tersebut.
Sebelumnya, Kelasi Satu Jumran didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap J yang berprofesi sebagai wartawati di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Proses persidangan tengah berlangsung di Pengadilan Militer I-06 Banjarmasin.DMS/AC