Bandung (DMS) – Keluarga korban ledakan amunisi tak layak pakai di Garut, Jawa Barat, membantah pernyataan pihak TNI yang menyebut warga sipil berada di lokasi kejadian karena memulung sisa-sisa amunisi. Mereka menegaskan bahwa korban bekerja secara rutin bersama TNI sebagai buruh pembuka amunisi.
Pernyataan ini disampaikan dalam video yang diunggah Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, saat mengunjungi keluarga korban, Kamis (15/5). Dalam video tersebut, seorang pria bernama Endang menyatakan bahwa ia dan adiknya yang menjadi salah satu korban tewas bekerja membuka amunisi kedaluwarsa.
“Saya dan adik saya kerja di sana jadi buruh. Tugas kami membuka amunisi yang sudah afkir. Saya sudah lebih dari 10 tahun kerja seperti ini, upahnya Rp150 ribu per hari,” ujar Endang.
Menurut Endang, ledakan terjadi saat ia dan tim hendak melakukan pemusnahan detonator. Ia menilai secara fisik detonator tersebut seharusnya tidak meledak.
“Itu seharusnya mau direndam dengan air laut supaya cepat karat. Tapi saya dengar, kali ini juga dicampur dengan pupuk. Di lokasi itu sudah direndam, tapi saya enggak tahu pakai pupuk,” ujarnya.
Anak dari salah satu korban juga menyatakan keberatan atas narasi yang menyebut ayahnya sebagai pemulung.
“Saya minta pertanggungjawaban. Bapak saya bukan pemulung. Bapak saya kerja sama tentara. Sudah lama, bahkan pernah ditugaskan ke Manado, Makassar, dan Bali,” ujarnya sambil menangis saat bertemu Dedi.
Menanggapi pengakuan tersebut, Dedi Mulyadi menegaskan bahwa kejadian ledakan tersebut tergolong sebagai kecelakaan kerja.
“Jadi ini bukan aktivitas memulung, melainkan sedang melakukan pekerjaan. Ini kategori kecelakaan kerja,” tegas Dedi dalam video yang sama.
Sebelumnya, Kapuspen TNI Mayjen Kristomei Sianturi menjelaskan bahwa sembilan dari 13 korban tewas dalam insiden ledakan tersebut merupakan warga sipil. Ia menyebut warga kerap mendekat ke lokasi usai pemusnahan amunisi untuk mengambil sisa-sisa logam bernilai jual.
“Informasi yang kami terima, biasanya masyarakat mendekat setelah peledakan untuk mengambil serpihan logam seperti tembaga atau besi yang punya nilai jual,” kata Kristomei kepada CNN TV, Senin (12/5).
Namun pernyataan ini kini menuai keberatan dari pihak keluarga korban yang menyatakan bahwa keberadaan mereka di lokasi bukan untuk memulung, melainkan menjalankan pekerjaan rutin yang telah berlangsung bertahun-tahun.DMS/CC