Masohi, Maluku Tengah (DMS) – Komisi II DPRD Maluku Tengah merekomendasikan penghentian sementara aktivitas penambangan pasir granit oleh PT Waragonda di Negeri Haya, Kecamatan Tehoru.
Keputusan ini diambil dalam rapat dengar pendapat antara Komisi II DPRD, PT Waragonda, Pemerintah Negeri Haya, dan Saniri Negeri yang digelar secara terpisah di Gedung DPRD, Senin (13/01).
Ketua Komisi II, Julianus Wattimena, menegaskan bahwa PT Waragonda tidak boleh melanjutkan operasionalnya untuk sementara waktu. Keputusan ini didukung oleh mayoritas anggota Komisi II, dengan alasan adanya dugaan pelanggaran prosedur operasional.
PT Waragonda telah beroperasi sejak 2021, tetapi izin produksi baru diterbitkan pada tahun 2023. Hal ini jelas merupakan pelanggaran.
Wattimena juga menyoroti kejanggalan dalam investasi perusahaan yang hanya tercatat sebesar Rp 79 juta, meski aktivitas penambangan telah menghasilkan ribuan ton pasir granit untuk ekspor.
Politisi PDI perjuangan ini mencurigai data investasi tersebut digunakan untuk menghindari kewajiban pajak yang seharusnya dibayarkan ke Pemerintah Daerah Maluku Tengah.
Anggota Komisi II lainnya, Jacob Kapressy, menyampaikan bahwa kegiatan PT Waragonda diduga telah merugikan masyarakat Negeri Haya dan pemerintah daerah. Ia meminta agar perusahaan bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan.
Hidayat Samalehu, anggota Komisi II, mengingatkan bahwa berdasarkan UU Minerba, jika aktivitas penambangan berdampak buruk terhadap lingkungan, maka izin operasional harus ditinjau ulang atau dicabut.
Komisi II menemukan bahwa nama PT Waragonda tidak tercantum dalam daftar perusahaan yang memiliki izin pengelolaan pasir granit di Kecamatan Tehoru. Selain itu, perusahaan tersebut diduga tidak melaporkan aktivitas penambangannya secara berkala kepada DPRD.
Rekomendasi penghentian sementara ini juga didukung oleh mayoritas warga Negeri Haya yang menolak keberadaan PT Waragonda sejak perusahaan mulai beroperasi pada tahun 2021.
Menanggapi rekomendasi ini, staf PT Waragonda, Aman Tehuayo, menyatakan pihaknya menghormati keputusan Komisi II. Ia mengakui bahwa proses pengurusan izin operasional mengalami kendala akibat perubahan regulasi, sehingga izin baru diterbitkan pada tahun 2023.
Diakui perusahaan itu telah beroperasi sejak 2021, tetapi pengambilan material pasir granit baru dilakukan pada akhir 2022. Keterlambatan izin ini murni karena perubahan regulasi.
Dengan adanya dugaan pelanggaran dan penolakan dari masyarakat, Komisi II DPRD Maluku Tengah berharap penghentian sementara ini dapat menjadi langkah awal untuk menyelesaikan permasalahan secara menyeluruh.DMS