Penajam Paser Utara (DMS) – Praktik prostitusi di sekitar kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, menjadi sorotan publik dan pejabat pemerintah. Satpol PP Kabupaten Penajam Paser Utara mencatat 64 perempuan diduga sebagai pekerja seks komersial (PSK) telah ditertibkan dalam sejumlah operasi hingga Juni 2025.
Menko Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, menyatakan keprihatinannya atas laporan tersebut. “Ini harus dicek langsung ke lapangan. Sangat memprihatinkan jika terjadi di kawasan penyangga ibu kota negara,” ujarnya di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.
Hal serupa disampaikan Anggota Komisi II DPR, Muhammad Khozin. Ia meminta Otorita IKN menindaklanjuti persoalan tersebut karena dikhawatirkan mengganggu stabilitas sosial ASN di kawasan IKN. “Jangan sampai istri-istri ASN merasa resah. Ini bisa mengganggu produktivitas kerja,” katanya saat rapat bersama Kepala Otorita IKN Basuki Hadimuljono, Selasa (8/7).
Menanggapi hal itu, Basuki menjelaskan bahwa aktivitas prostitusi tersebut tidak terjadi di area inti IKN, melainkan di wilayah Kecamatan Sepaku, sekitar 3 kilometer dari IKN. Menurutnya, beberapa lokasi yang diduga menjadi tempat prostitusi telah ditutup saat razia pada bulan Ramadan lalu.
“Sudah ada penertiban bersama kepolisian, Satpol PP, dan pemerintah daerah. Delapan warung yang dicurigai menjadi tempat praktik prostitusi sudah ditutup,” kata Basuki.
Kepala Satpol PP Kabupaten Penajam Paser Utara, Bagenda Ali, mengatakan bahwa praktik prostitusi dilakukan secara daring melalui aplikasi MiChat dan luring di beberapa lokasi.
Dalam tiga operasi terakhir, sebanyak 64 perempuan diamankan. Mereka berasal dari berbagai daerah seperti Samarinda, Balikpapan, Bandung, Makassar, hingga Yogyakarta.
“Pelaku menyewa kamar dengan tarif sekitar Rp300 ribu per malam. Tarif layanan berkisar Rp400 ribu hingga Rp700 ribu per pelanggan,” jelas Bagenda.
Ia juga menyebutkan bahwa beberapa PSK bisa melayani hingga lima pelanggan dalam sehari, dengan penghasilan mencapai Rp1,5 juta. Namun, belum diketahui pasti apakah para pelaku beroperasi secara mandiri atau dalam jaringan.
Bagenda menambahkan, penanganan masalah ini memerlukan kerja sama lintas sektor. “Kami terus melakukan patroli dan pemantauan, karena kawasan ini merupakan wilayah strategis nasional yang harus bebas dari degradasi moral dan sosial,” tutupnya.DMS/CC