Jakarta (DMS) – Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan larangan bagi calon legislatif (caleg) terpilih untuk mengundurkan diri demi maju dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada). Ahli hukum pemilu dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Titi Anggraini, menyambut baik putusan tersebut.
“Putusan MK ini bertujuan melindungi aspirasi politik pemilih agar tidak dimanfaatkan oleh caleg yang baru terpilih, namun dengan mudahnya mengundurkan diri,” ujar Titi dalam pesan WhatsApp kepada detikcom, Jumat (21/3/2025).
Titi menilai, keputusan MK ini merespons fenomena pada Pemilu 2024, di mana sejumlah caleg terpilih memilih mundur untuk maju dalam Pilkada. Kondisi ini dipengaruhi oleh jadwal pemilu legislatif dan Pilkada yang berdekatan.
“Putusan ini mendorong partai politik untuk lebih serius dalam kaderisasi dan rekrutmen. Dengan begitu, proses pemilu bisa berjalan lebih terencana,” tambahnya.
Menurutnya, kader partai yang sudah terpilih seharusnya menjalankan amanahnya dengan konsisten, bukan sekadar mengejar jabatan melalui berbagai pemilu yang berlangsung dalam waktu yang berdekatan.
Selain itu, Titi menekankan bahwa partai politik harus lebih solid dalam mengatur strategi dan membagi peran di antara kadernya. Partai yang belum memiliki struktur internal yang kuat dan hanya bergantung pada figur tertentu akan kesulitan bersaing dengan partai yang lebih mapan.
“Putusan ini juga menjadi pengingat bagi partai untuk lebih menghormati suara rakyat dengan tidak sembarangan mengganti caleg terpilih,” lanjutnya.
Fenomena “kutu loncat” ini bukan hal baru. Pada Pemilu 2019 dan 2024, beberapa caleg mengundurkan diri atau dipecat untuk memberi jalan bagi kandidat lain yang lebih disukai elite partai. Contoh kasusnya adalah Misriyani Ilyas dari Partai Gerindra pada Pemilu DPRD Provinsi Sulawesi Selatan 2019, serta Ach Gufron Sirodj, Mohammad Irsyad Yusuf, dan Ali Ahmad dari PKB pada Pemilu 2024.
MK mengeluarkan putusan ini dalam perkara nomor 176/PUU-XXII/2024, yang dibacakan dalam sidang di Gedung MK pada Jumat (21/3/2025). Gugatan tersebut diajukan oleh tiga mahasiswa, yakni Adam Imam Hamdana, Wianda Julita Maharani, dan Wianda Julita Maharani.
“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian,” demikian pernyataan MK dalam sidang.
Dalam pertimbangannya, MK menegaskan bahwa fenomena caleg terpilih yang mundur demi Pilkada dapat membuka peluang politik transaksional yang merusak prinsip kedaulatan rakyat.
“Hal ini berpotensi menjadi transaksional dan mendegradasi prinsip kedaulatan rakyat, yang merupakan esensi dari pemilu. Oleh karena itu, Mahkamah berpendapat bahwa caleg terpilih yang mengundurkan diri demi mencalonkan diri di Pilkada melanggar hak konstitusional pemilih sebagai pemegang kedaulatan rakyat,” tegas MK dalam putusannya.DMS/DC