Berita Maluku, Ambon – Penanganan Kasus Dugaan Korupsi yang melilit DPRD Kota Ambon senilai Rp5.3 miliar yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon, mendapat respons beragama dari publik di Kota ini, baik itu yang datang dari masyarakat, mahasiswa, para penggiat anti korupsi maupun para praktisi hukum.
Beragam respons ini muncul karena hingga kini progress penanganan kasus yang diduga melibatkan pimpinan dan sejumlah anggota dewan itu belum menunjukan prkembangan yang berarti.
Kasus temuan BPK tahun 2020 tersebut, proses penyelidikanya sudah dilakukan oleh tim Penyidik Kejari Ambon sejak pertengahan November 2021 dan telah memeriksa serta meminta keterangan lebih dari 50 saksi.
Mereka yang dimintai keterangan, diantaranya tiga pimpinan dewan dan anggota DRPD, pihak ekesekutif Pemkot Ambon termasuk ASN Sekretariat DRPD dan pihak ketiga. Nyatanya kasus ini belum kunjung di ekspose oleh Kejari untuk naik ke tahap penyidikan.
Penanganan kasus ini dinilai ganjal dan diduga akan ditutup, karena banyak berseliweran informasi di publik, telah ada pengembalian kerugian negara senilai temuan BPK yakni Rp5.3 miliar.
Praktisi Hukum Fileo Fisthos Noya mengingatkan pihak penyidik tidak menyepelekan unsur tindak pidana dalam kasus yang melilit DPRD Kota Ambon tersebut, karena menurutnya sesuai hukum acara pidana pengembalian suatu kerugian tidak menghilangkan tindak pidana terhadap seseoragn.
Dikatakan jika dalam penanganan sebuah perkara asas praduga tak bersalah tetap dikedenpana, tetapi jika seseorang dapat mengembalikan kerugian, secara tidak langsung dirinya telah mengakui perbuatan tersebut. Pengembalian kerugian negara katanya hanya merupakan faktor meringankan di Pengadilan.
Noya mencontohkan beberapa kasus korupsi yang naik hingga ke meja persidangan, padahal pengembalian kerugian Negara jauh hari sudah dilakukan sebelum adanya audit BPK, seperti kasus terbaru yakni Pengadaan Speed Boat di Kabupaten Maluku Barat Daya serta beberapa kasus tindak pidana korupsi lainnya.
Oleh karena itu, terhadap penanganan kasus dugaan korupsi Rp5.3 miliar di DPRD Kota Ambon, Noya menegaskan agar penyidik tidak semata-mata mengejar pengembalian kerugian Negara dan mengesampingkan unsur niat dari perbuatan yang dilakukan.
Ditegaskan jika benar kasus dugaan korupsi ini ditutup, Noya meminta agar KPK mengambil alih kasus tersebut.
Kejati Maluku Undang Mugopal yang ditanya sejumlah wartawan usai membuka acara Sosialisasi UU No 11 Tahun 2021, Rabu (26/01) terkait penghentian kasus DPRD Ambon menyatakan, belum ada putusan untuk menghentikan kasus dimaksud, karena otoritas penanganannya menjadi tanggung jawab Kejari Ambon.
Namun demikian Undang Mugopal tidak menampik kalau pembahasan menyangkut ekspose kasus ini telah didiskusikan bersama antara Kejari dan Kejati Ambon. Mengenai apakah kasus ini bisa dihentikan dirinya menyerahkan sepenuhnya ke Kejari Ambon tentu dengan argument yang kuat yaitu jika dilanjutkan harus dengan argument yang kuat demikian sebaliknya jika kasusnya dihentikan.
Kaitanya dengan penanganan kasus dugaan korupsi Rp5.3 miliar DPRD Kota Ambon, Rabu (26/01) Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi OKP Cipayung Kota Ambon PMII, HMI dan GMNI cabang Ambon menggelar demo, di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon dan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.
Aksi demo yang digelar mahasiswa itu, karena mereka menilai kasus dugaan korupsi Rp5.3 miliar di Sekretariat DPRD Kota Ambon, yang ditangani oleh Kejari Ambon sampai hari ini tidak ada progress yang berarti.
Dalam orasinya mahasiswa mengingatkan agar pihak Kejari Ambon tidak mengistimewakan anggota dewan dalam kasus ini. Jika terbukti ada indikasi dugaan korupsi baik yang dilakukan oleh anggota dewan maupun staf dilingkup Sekretariat agar diproses hukum.
Diketahui, dalam penyelidikan kasus dugaan Rp5.3 miliar itu pihak Kejari Ambon telah memeriksa puluhan orang saksi dan sejumlah anggota DPRD termasuk 3 pimpinan yakni Ketua DPRD Elly Toisuta, dan Wakil Ketua masing-masing Gerlad Mailoa dan Rustam Latupono.
Dalam penyelidikan kasus tersebut penyidik telah menemukan adanya indikasi dugaan korupsi yang menyebabkan kerugian Negara.
Kasus ini terkuak setelah BPK RI menemukan adanya penyimpangan anggaran dalam realisasi sejumlah item dari APBD tahun 2020 sebesar Rp 5,3 miliar, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan di DPRD Kota Ambon.DMS