Masohi, Malteng (DMS) – Kepolisian Resor (Polres) Maluku Tengah memediasi sengketa lahan sawit seluas 1.206 hektare yang melibatkan Gereja Protestan Maluku (GPM) dan empat marga dari Negeri Akternate, Kecamatan Seram Utara Timur Seti, Senin (2/6/2025).
Empat marga yang terlibat dalam konflik ini yakni Marga Weleleinam, Patotnam, Eltelva, dan Eputih. Sengketa ini bermula dari klaim kepemilikan lahan yang saat ini berada dalam pengelolaan PT Nusa Ina Agro Manise.
Kuasa hukum empat marga, M. Nur Nukuhehe, menjelaskan bahwa mediasi difasilitasi untuk mencari kejelasan terkait status kepemilikan lahan yang diklaim oleh pihak GPM.
Hasil mediasi tersebut disepakati dilakukan peninjauan lokasi.Jika hasil tinjauan lapangan menunjukkan lahan merupakan milik GPM, maka akan dikembalikan ke GPM. Namun bila terbukti milik warga, maka lahan tersebut harus dikembalikan kepada warga, beserta seluruh hak yang melekat di dalamnya.
Nurlete berharap persoalan ini dapat diselesaikan secara damai.
Sementara itu pihak perusahaan, melalui Kepala HRD PT Nusa Ina, Syaiful, menyatakan bahwa kehadiran mereka dalam mediasi hanya sebagai saksi.
Disebutkan dalam persoalan ini pihak persusahaan dalam posisi untuk terlibat langsung dalam konflik antara kedua pihak. Namun PT Nusa Ina mendukung proses penyelesaian yang sedang berlangsung.
Syaiful juga menambahkan bahwa perusahaan menunda pembayaran Dana Bagi Hasil (DBH) Kemitraan untuk tahun 2023 dan 2024 hingga ada kejelasan mengenai kepemilikan lahan.
Penundaan pembayaran sebagai bagian dari kesepakatan yang dicapai antara empat marga dan pihak GPM dengan siarat dilakukan pengukuran ulang terhadap lahan.
Sementara itu, Ketua Sinode GPM, Pdt. Elifas Tomix Maspaitella, yang turut hadir dalam mediasi, enggan memberikan komentar kepada wartawan usai pertemuan.
Sebagai informasi, lahan seluas 1.206 hektare tersebut awalnya diserahkan oleh Saniri Negeri Akternate kepada GPM sekitar tahun 1970-an.
Pada tahun 2008, GPM menandatangani akta kerjasama DBH Kemitraan dengan PT Nusa Ina untuk pengelolaan lahan tersebut.
Dari total lahan tersebut, sekitar 926 hektare telah ditanami kelapa sawit dan telah berproduksi. Sejak itu, GPM rutin menerima pembayaran DBH dari perusahaan.
Berdasarkan data, sejak tahun 2015 hingga 2018, besaran DBH yang diterima GPM adalah Rp70.000 per hektare per tahun.
Nilai ini meningkat menjadi Rp120.000 per hektare pada periode 2019–2022, dan naik lagi menjadi Rp140.000 per hektare sejak tahun 2023.
Namun, akibat munculnya sengketa dengan empat marga tersebut, PT Nusa Ina menunda pembayaran DBH sejak tahun 2023.DMS