Jakarta (DMS) – Berlokasi di NTU Lee Kong Chian School of Medicine Singapura, Brain Bank Singapore (BBS) adalah pusat riset otak yang pertama di Asia Tenggara. Tujuan utama fasilitas ini adalah untuk mengumpulkan jaringan otak manusia pasca-mortem dan mengawetkannya secara optimal untuk digunakan dalam studi penelitian ilmiah yang disetujui komite etik.
Salah satu warga Singapura, Lau Kan How, menjadi orang yang berniat mendonorkan otaknya ke pusat riset tersebut setelah ia meninggal dunia. Lau, yang didiagnosis penyakit moyamoya ini mendaftar pada Mei 2024 untuk mendonorkan otaknya setelah meninggal ke BBS.
“Mempelajari otak saya dapat membantu dokter memahami bagaimana saya dapat terus berfungsi dengan baik, dan berkontribusi dalam memajukan penelitian tentang penyakit moyamoya, menemukan penyebab dan pengobatan penyakit tersebut, sehingga mereka yang menderitanya dapat menerima perawatan yang lebih baik, lebih murah, dan lebih efektif,” kata Lau kepada Strait Times, dikutip Minggu (6/4/2025).
Fasilitas ini dibuka pada 27 November 2019. Hingga saat ini, sekitar 420 orang telah berjanji untuk menyumbangkan otak mereka setelah meninggal. Bank otak ini juga telah mengambil 11 otak dan tujuh sumsum tulang belakang untuk keperluan riset.
Pusat riset tersebut bertujuan untuk memahami kondisi yang mempengaruhi otak, seperti penyakit Parkinson dan Alzheimer.
Meskipun harapan hidup di Singapura merupakan salah satu yang tertinggi di dunia, populasi negara tersebut menua dengan cepat. Karena penyakit neurodegeneratif lebih umum terjadi pada orang yang lebih tua, diperkirakan insiden dan prevalensi kondisi tersebut akan meningkat seiring dengan populasi yang menua.
“Pemahaman kita tentang penyakit ini terbatas karena kita tidak dapat mengambil jaringan otak dan mempelajarinya dengan sangat rinci pada pasien yang masih hidup,” kata Dr. Yeo Tianrong, wakil direktur BBS dan konsultan senior di Departemen Neurologi, National Neuroscience Institute.
Kemajuan teknologi dalam beberapa tahun terakhir telah memberdayakan para peneliti untuk memeriksa otak secara sangat rinci.
Pemahaman yang lebih mendalam tentang jalur biologis akan membantu para peneliti merumuskan terapi yang dapat menghentikan kerusakan lebih lanjut pada sel-sel otak, dan dalam beberapa kasus, memperbaiki komponen seluler yang rusak.
Dengan lebih banyak sampel otak dan sumsum tulang belakang, penelitian yang lebih besar dapat direncanakan. Lebih jauh lagi, permintaan jaringan lokal dan internasional akan memungkinkan lebih banyak peneliti untuk mempelajari penyakit neurologis ini.
Namun, tantangan masih ada, karena pemahaman publik yang terbatas tentang donasi otak dan pentingnya hal tersebut untuk penelitian berkontribusi pada berkurangnya jumlah donor. Orang terkadang ragu-ragu tentang donasi otak karena pertimbangan budaya atau agama mengenai penguburan atau kremasi tanpa otak.DMS/DC