Berita Ambon – Penyidik Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Maluku Tengah di Wahai, menahan mantan Kepala Pemerintah Negeri (KPN) Wahai, Hasan Basri Tidore (HBT) bersama Bendahara Mochsen Al Hamid (MAH), di Wahai, Jumat (21/6/2024).
HBT dan MAH diduga terlibat kasus Tindak Pidana Korupsi Pengelolaan ADD/DD Pada Negeri Wahai, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah,Tahun Anggaran 2021 dan 2022, sehingga menyebabkan kerugian Negara sebesar Rp 861.210.276.
Sebelum ditahan keduanya ditetapkan sebagai tersangka, pada 5 Juni 2024, berdasarkan surat penetapan tersangka Nomor B-235/Q.1.11.8/Fd.2/06/2024 tanggal 05 Juni 2024 dan Nomor B-236/Q.1.11.8/Fd.2/06/2024 tanggal 05 Juni 2024.
Selain menahan para tersangka, penyidik juga menyita 1 (Satu) lembar Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama HBT, satu unit Mobil Daihatsu Sigra Tahun 2020, serta uang tunai sebesar Rp. 51.750.000 sebagai barang bukti.
Masih dalam perkara yang sama, penyidik juga menetapkan tersangka lain atas nama MH. MH merupakan Kasi Pembangunan 2021 dan Bendahara Negeri Wahai Tahun 2022.
Penetapan terhadap tersangka MH setelah tim penyidik melakukan serangkaian pemeriksaan dan menemukan fakta baru dan alat bukti atas perbuatan Kasi Pembangunan yang kemudian menjabat sebagai Bendahara Negeri Wahai tahun 2022.
Kacabjari Wahai, Azer Jongker Orno mengatakan, penahanan terhadap tersangka HBT dilakukan di Lapas Kelas III Wahai selama 20 hari, terhitung sejak tanggal 21 Juni 2024 sampai dengan tanggal 10 Juli 2024.
Sedangkan tersangka MAH, dilakukan penahanan Kota Pada Desa Wahai, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah.
Pemberlakuan status tahanan kota, mempertimbangkan tersangka MAH telah mengembalikan kerugian Negara sebesar Rp. 51.750.000, kepada penyidik dan dipergunakan sebagai Barang Bukti dalam Perkara ini.
Orno menyebutkan, peran para tersangka diduga menyalahgunakan Anggaran Dana Desa (ADD) dan DD dua tahun anggaran (2021- 2022). Tahun 2021 Rp. 1.751.479.060 dan Tahun 2022 sebesar Rp. 1.710.732.000.
Dari anggaran tersebut diduga beberapa kegiatan tidak dilaksanakan sesuai dengan RAB dan ada kegiatan yang tidak dilaksanakan alias fiktif.
Dalam prakteknya kedua pelaku membuat bukti-bukti pertanggung jawaban dengan menggunakan bukti yang tidak benar yakni, tahun 2021 sebesar Rp. 571.039.787 dan tahun 2022 sebesar Rp 290.172.489, sehingga total dugaan kerugian keuangan negara berdasarakan perhitungan kerugian negara oleh auditor Kejaksaan Tinggi Maluku sebesar Rp. 861.210.276.
Keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHPidana atau Pasal 3 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHPidana. DMS