Kupang (DMS) – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menekankan pentingnya tata kelola penanggulangan bencana yang profesional, inklusif, dan terintegrasi, menyikapi tingginya intensitas bencana di Indonesia sepanjang 2024.
“Indonesia mengalami rata-rata 10 kejadian bencana per hari, dengan total 3.472 kasus tercatat sepanjang 2024,” kata Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Raditya Jati dalam keterangan tertulis yang diterima di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Kamis (12/6).
Raditya menjelaskan, sebagian besar bencana dipicu oleh dampak perubahan iklim, seperti cuaca ekstrem, banjir, hingga kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Ia menegaskan perlunya perbaikan sistem penanggulangan bencana yang menyeluruh oleh seluruh kepala daerah, termasuk di wilayah Indonesia timur.
Pernyataan itu disampaikan dalam kegiatan coaching clinic yang digelar Kementerian Dalam Negeri di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (11/6). Dalam forum itu, Raditya mengimbau pemerintah daerah mengintegrasikan perencanaan kebencanaan dengan Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) 2020–2044.
“Tujuannya agar sistem penanggulangan bencana di daerah lebih adaptif, inklusif, dan terintegrasi,” ujarnya.
Ia menambahkan, tantangan kebencanaan di Indonesia bersifat kompleks dan multidimensi, mengingat wilayah Indonesia berada di kawasan Cincin Api Pasifik yang rawan gempa bumi, tsunami, banjir, kekeringan, dan karhutla.
Berdasarkan laporan World Risk Index 2024, Indonesia menempati peringkat kedua negara dengan risiko bencana tertinggi di dunia setelah Filipina. Indeks ini mengukur tingkat bahaya, keterpaparan, dan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana.
Raditya mengingatkan, tingginya frekuensi bencana tidak hanya mengancam keselamatan jiwa, tetapi juga menghambat pembangunan dan menyebabkan kerugian ekonomi besar.
“Oleh karena itu, perencanaan yang matang dan kolaborasi lintas sektor menjadi kunci penguatan ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana,” tutupnya.DMS/AC