Jakarta (DMS) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap konstruksi lengkap dugaan korupsi dalam penempatan dana iklan oleh Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB), yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp222 miliar.
Pada 27 Februari 2025, KPK menerbitkan lima Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) terhadap lima orang tersangka. Nama-nama mereka diumumkan dalam konferensi pers pada Kamis (13/3).
Kelima tersangka tersebut adalah mantan Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi, Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB Widi Hartoto, serta pengendali dari beberapa agensi, yaitu Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri Kin Asikin Dulmanan, BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE) Suhendrik, serta PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) Raden Sophan Jaya Kusuma.
Rincian Dugaan Korupsi
Pada periode 2021 hingga semester pertama 2023, Bank BJB merealisasikan anggaran promosi sebesar Rp409 miliar untuk biaya penayangan iklan di berbagai media, termasuk televisi, cetak, dan daring. Anggaran tersebut dikelola oleh Divisi Corporate Secretary melalui kerja sama dengan enam agensi:
PT Cipta Karya Sukses Bersama (Rp105 miliar)
PT Cipta Karya Mandiri Bersama (Rp41 miliar)
PT Antedja Muliatama (Rp99 miliar)
PT Cakrawala Kreasi Mandiri (Rp81 miliar)
PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (Rp49 miliar)
PT BSC Advertising (Rp33 miliar)
Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, menyatakan bahwa penunjukan agensi dilakukan tanpa mengikuti prosedur pengadaan barang dan jasa yang berlaku. “Lingkup pekerjaan agensi hanya sebatas menempatkan iklan sesuai permintaan Bank BJB, sementara mekanisme pengadaan melanggar aturan,” ujar Budi dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (13/3).
Berdasarkan penyelidikan KPK, terdapat selisih antara jumlah dana yang diterima agensi dari Bank BJB dan yang dibayarkan kepada media, dengan total Rp222 miliar. Dana tersebut digunakan sebagai anggaran nonbudgeter, yang diduga telah disetujui oleh Yuddy Renaldi dan Widi Hartoto dalam kerja sama dengan enam agensi tersebut.
Indikasi Perbuatan Melawan Hukum
KPK menemukan sejumlah indikasi perbuatan melawan hukum dalam kasus ini. Yuddy Renaldi dan Widi Hartoto diduga:
Mengetahui dan merancang pengadaan jasa agensi sebagai sarana menerima kickback.
Memerintahkan panitia pengadaan untuk memenangkan rekanan tertentu.
Memanipulasi dokumen Harga Perkiraan Sendiri (HPS) agar menghindari proses lelang.
Menginstruksikan agar tidak dilakukan verifikasi dokumen penyedia sesuai prosedur.
Melakukan penyesuaian nilai setelah penawaran masuk, yang dikenal sebagai praktik post bidding.
“Dari total Rp409 miliar yang digunakan, setelah dikurangi pajak, tersisa sekitar Rp300 miliar. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar Rp100 miliar yang benar-benar digunakan untuk pekerjaan riil. Sedangkan, Rp222 miliar lainnya merupakan dana yang diduga digunakan secara fiktif,” kata Budi.
Tindakan Hukum dan Barang Bukti
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Meskipun belum dilakukan penahanan, KPK telah mencegah mereka bepergian ke luar negeri selama enam bulan.
Dalam proses penyidikan, tim KPK telah menggeledah 12 lokasi, termasuk rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Kantor Bank BJB di Bandung. Sejumlah barang bukti berupa dokumen dan deposito senilai Rp70 miliar telah diamankan dan akan dikonfirmasi kepada para saksi sebelum dilakukan penyitaan.
KPK menyatakan akan terus mendalami kasus ini dan menelusuri aliran dana untuk memastikan seluruh pihak yang terlibat dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.DMS/CC