Jakarta (DMS) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) optimistis dapat memulihkan kerugian keuangan negara senilai 60 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp988,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
“Kami akan memaksimalkan upaya pengembalian kurang lebih 60 juta dolar AS terkait dengan kasus LPEI ini,” ujar Kasatgas Penyidik KPK, Budi Sokmo, saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (3/3).
Budi belum merinci langkah-langkah yang akan ditempuh KPK untuk mengembalikan dana tersebut ke kas negara, namun ia optimistis proses penyidikan akan membuahkan hasil.
“Insyaallah, dalam proses ini seluruhnya bisa tercover untuk kita kembalikan kepada negara, sekitar Rp900 miliar,” katanya.
Pada Selasa (3/3), KPK mengumumkan penetapan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit di lingkungan LPEI.
“Lima tersangka ini terdiri dari dua orang direktur LPEI dan tiga orang dari PT Petro Energy atau PT PE,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (2/3).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, para tersangka adalah Direktur Pelaksana 1 LPEI Wahyudi, Direktur Pelaksana 4 LPEI Arif Setiawan, Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT Petro Energy Jimmy Masrin, Direktur Utama PT Petro Energy Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT Petro Energy Susi Mira Dewi Sugiarta.
Budi menjelaskan bahwa perkara ini berawal pada 2015 ketika PT PE menerima kredit dari LPEI senilai 60 juta dolar AS atau sekitar Rp988,5 miliar dalam tiga termin, yaitu Rp297 miliar pada 2 Oktober 2015, Rp400 miliar pada 19 Februari 2016, dan Rp200 miliar pada 14 September 2017.
Direksi LPEI diduga mengetahui bahwa rasio keuangan PT PE berada di bawah standar kelayakan, dengan current ratio hanya 0,86, yang menandakan potensi kesulitan pembayaran kredit. Meski telah mendapat peringatan dari analis internal, para direksi LPEI tetap memberikan persetujuan kredit kepada PT PE.
Selain itu, PT PE diduga membuat kontrak palsu sebagai dasar pengajuan kredit kepada LPEI. Direksi LPEI yang terlibat tidak melakukan evaluasi meskipun pembayaran termin pertama tidak berjalan lancar.
“Direktur tetap memberikan kredit kepada PT PE walaupun kondisi perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat,” jelas Budi.
Sebelum pencairan kredit, diduga terjadi pertemuan antara direksi PT PE dan direksi LPEI, yang menghasilkan kesepakatan untuk mempermudah proses pencairan dana.
Akibat perbuatan melawan hukum ini, kelima tersangka dijerat oleh KPK. Perhitungan pasti kerugian keuangan negara masih dalam proses oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).DM/SAC