Jakarta (DMS) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Direktur Utama PT Petro Energy, Newin Nugroho (NN), yang menjadi salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Penahanan dilakukan setelah Newin menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (13/3/2025).Berdasarkan pantauan di lokasi, Newin keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 15.25 WIB dengan tangan diborgol. Ia kemudian digiring oleh petugas KPK menuju mobil tahanan.
“NN, Presiden Direktur PT Petro Energy,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, kepada wartawan.
Tessa menjelaskan bahwa Newin akan menjalani masa penahanan selama 20 hari pertama, terhitung sejak 13 Maret hingga 1 April 2025.
“Ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Jakarta Timur, Cabang Rumah Tahanan KPK,” tambahnya.
Kasus ini berawal dari dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada 11 debitur yang menyebabkan potensi kerugian negara hingga Rp 11,7 triliun. KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, dua di antaranya merupakan pejabat di LPEI.
Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo Wibowo, mengungkapkan bahwa LPEI memberikan kredit dengan mekanisme yang diduga melanggar ketentuan, sehingga mengakibatkan potensi kerugian negara.
“Pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada 11 debitur ini berpotensi menyebabkan kerugian negara dengan total mencapai Rp 11,7 triliun,” ujar Budi Sukmo dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (3/3/2025).
Berikut adalah lima tersangka dalam kasus ini:
Dwi Wahyudi – Direktur Pelaksana I LPEI
Arif Setiawan – Direktur Pelaksana IV LPEI
Jimmy Masrin – Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy
Newin Nugroho – Direktur Utama PT Petro Energy
Susy Mira Dewi Sugiarta – Direktur PT Petro Energy
KPK masih terus mendalami kasus ini dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain yang terlibat. Penegak hukum berkomitmen untuk menindak tegas segala bentuk tindak pidana korupsi yang merugikan negara.DMS/DC