Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menginvestigasi aliran uang suap yang diterima oleh Gubernur nonaktif Maluku Utara, Abdul Ghani Kasuba (AGK), dalam kasus dugaan suap terkait proyek pengadaan barang dan jasa serta perizinan di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara.
Penyidik KPK tengah memeriksa putra AGK, M. Thoriq Kasuba, Ketua DPD Partai Gerindra Maluku Utara, Muhaimin Syarif, PNS Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Maluku Utara, Arafat Talaba, dan mantan Anggota DPRD Provinsi Maluku Utara, Elang Kusnandar Prijadikusuma.
“Para saksi diminta keterangan terkait penggunaan uang hasil pemberian kontraktor kepada Tersangka AGK,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, di Jakarta, Rabu.
Ali belum memberikan informasi lebih lanjut tentang temuan yang didapat dari pemeriksaan tersebut.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan AGK sebagai tersangka dalam kasus suap proyek pengadaan barang dan jasa serta izin di lingkungan Pemprov Maluku Utara. AGK dan lima orang lainnya ditahan oleh KPK pada 20 Desember 2023.
Para tersangka lainnya termasuk Kadis Perumahan dan Pemukiman Pemprov Maluku Utara, Adnan Hasanudin, Kadis PUPR Pemprov Maluku, Daud Ismail, Kepala BPPBJ Pemprov Maluku Utara, Ridwan Arsan, ajudan gubernur Ramadhan Ibrahim, serta pihak swasta, Stevi Thomas, dan Kristian Wuisan.
Kasus tersebut bermula saat Pemprov Maluku Utara menggelar pengadaan barang dan jasa dengan anggaran dari APBD. AGK, sebagai Gubernur, ikut menentukan pemenang lelang proyek tersebut.
AGK memerintahkan sejumlah pejabat untuk melaporkan proyek-proyek di Maluku Utara. Nilai proyek infrastruktur jalan dan jembatan di sana mencapai lebih dari Rp500 miliar.
AGK menentukan besaran setoran dari kontraktor yang dimenangkan. Dia juga meminta manipulasi progres pekerjaan agar anggaran segera dicairkan.
Beberapa kontraktor sepakat memberikan uang kepada AGK melalui ajudan gubernur. Uang itu diserahkan secara tunai atau melalui rekening bank atas nama pihak lain atau pihak swasta. Rekening tersebut dipegang oleh ajudan gubernur.
Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi AGK. Para tersangka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. DMS/AC