Berita Maluku, Ambon – Ketua Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Maluku, Yehezkel Haurisa, meminta Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Kota berpihak dan berlaku adil bagi pekerja terdampak covid 19 di daerah ini.
“Kami minta Pemerintah dalam hal ini dinas terkait bijak dalam melihat ketentuan tentang yang diatur dalam undang-undang tenaga kerja.Pemerintah juga harus bijak mengadvokasi persoalan yang dihadapai para pekerja terutama untuk mereka terkena dampak PHK mauipun yang dirumahkan” kata Haurissa.
Saat di wawancarai DMS media Group di Ambon, (Rabu 09/06/2021), Haurissa mengakui, banyak pekerja yang terpaksa dirumahkan atau di-PHK akibat dampak penyebaran wabah COVID-19 secara global termasuk di daerah setempat.
Haurisa menilai pemberian izin oprasional terhadap beberapa sektor usaha belum menjawab persoalan sesungguhnya, karena masih ada beberapa sektor usaha yang sama terpaksa membatasi para pekerja alias dirumahkan hingga di-PHK
Ia mencontohkan beberapa swalayan di kota Ambon, yang membatasi para pekerja sementara swalayan yang lain se-kelas mini market tetap beroperasi. Selain itu bantuan pemerintah khusus pekerja yang dirumah-kan maupun yang terkena PHK termasuk stimuluns Kartu Prakerja belum maksimal dan banyak yang tidak tepat sasaran.
“Akibat dampak penyebaran virus covid 19, banyak tenaga kerja yang dirumahkan atau PHK dan hak-hak mereka yang seharusnya didapatkan juga tidak jelas. KSBSI mencatat kurang lebih 35% pekerja di Maluku terpaksa dirumahkan dan di-PHK akibat covid” ungkapnya.
Seperti diketahui Saat ini, dunia dihadapkan dengan wabah virus yang disebut sebagai Coronavirus Disease atau yang dikenal sebagai COVID-19. Di Indonesia, virus ini mulai muncul sejak tanggal 2 Maret 2020 dan masih berkembang hingga sekarang.
Dalam rangka pencegahan penyebaran virus tersebut, pemerintah telah menerapkan berbagai cara seperti pembatasan sosial (social distancing), menerapkan perilaku hidup sehat, serta adanya kebijakan work from home atau bekerja dari rumah.
Akan tetapi, kebijakan work from home tidak bisa diterapkan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Sosial Demografi dari Badan Pusat Statistik tahun 2020, sekitar 19,06% pekerja menyatakan bahwa pekerjaan mereka tidak memungkinkan untuk menerapkan work from home.(DMS)