Namlea, Buru – Bencana longsor kembali terjadi di kawasan tambang emas ilegal Gunung Botak, Desa Wamsait, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, Maluku, pada Sabtu, 8 Maret 2025, sekitar pukul 05.00 WIT.
Dalam insiden ini, tujuh orang dilaporkan meninggal dunia, sementara enam lainnya mengalami luka-luka.
Menurut keterangan saksi, longsor diawali suara gemuruh air yang sangat deras dari atas tebing sebelum akhirnya material tanah dan bebatuan runtuh, menimbun para penambang yang tengah beraktivitas di lokasi.
Tragedi ini kembali menyoroti persoalan tambang emas ilegal di Gunung Botak yang telah lama menuai polemik. Berbagai kalangan mengecam kejadian ini dan mendesak pemerintah, baik pusat, provinsi, maupun kabupaten, untuk segera melakukan monitoring serta evaluasi menyeluruh terhadap aktivitas pertambangan ilegal yang terus berlangsung meskipun telah berulang kali dilarang.
Selain itu, aparat penegak hukum diminta bertindak tegas dalam menertibkan tambang ilegal guna mencegah terulangnya bencana serupa di masa mendatang.
Peristiwa ini memicu reaksi keras dari sejumlah organisasi, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara Daerah Maluku, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), serta Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Cabang Ambon.
Mereka mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mencopot Kapolres Buru, AKBP Sulastri Sukidjang, yang dinilai gagal dalam menertibkan aktivitas penambangan ilegal di Gunung Botak.
Ketua DPD KNPI Maluku, Faisal S. Hayoto, menilai lemahnya pengawasan menjadi faktor utama maraknya tambang ilegal.
Ia bahkan mencurigai adanya keterlibatan oknum aparat dalam aktivitas tambang ilegal, mengingat suplai bahan berbahaya seperti merkuri masih terus berlangsung tanpa hambatan.
Ketua Permahi Cabang Ambon, Rizky Gunawan, juga menyampaikan desakan serupa. Ia menilai Kapolres Buru tidak memiliki ketegasan dalam menangani persoalan tambang ilegal yang telah berulang kali menelan korban jiwa.
Desakan penutupan tambang ilegal Gunung Botak juga datang dari DPRD Provinsi Maluku. Sekretaris Komisi I DPRD Maluku, Nina Batuatas, menegaskan bahwa aktivitas tambang ilegal ini tidak hanya mengancam keselamatan jiwa, tetapi juga berdampak buruk terhadap lingkungan.
Menurutnya, tragedi longsor ini tidak boleh dianggap sebagai insiden biasa, melainkan sebagai peringatan keras bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk segera bertindak.
Sejauh ini, aparat kepolisian masih melakukan evakuasi serta penyelidikan terhadap peristiwa tersebut. Namun, desakan dari berbagai pihak agar tambang ilegal Gunung Botak segera ditutup semakin menguat guna mencegah jatuhnya korban lebih banyak di masa mendatang.DMS