Ambon, Maluku (DMS) – Himpunan Mahasiswa Nurlatu menggelar aksi di depan Kantor Gubernur Maluku pada Rabu pagi, menuntut pencabutan izin pertambangan rakyat (IPR) bagi 10 koperasi di Gunung Botak, Namlea, Kabupaten Buru.
Koordinator Lapangan, Arto Nurlatu, dalam orasinya menyampaikan, “Keberadaan koperasi ini mengancam kelestarian lingkungan dan mengabaikan hak-hak masyarakat adat sesuai Pasal 18B ayat (2) UUD 1945. Pemerintah wajib mengakui dan melindungi hak-hak tradisional mereka.”
Mahasiswa juga mendesak DPRD Provinsi Maluku agar segera bersinergi dengan Pemerintah Kabupaten Buru untuk meninjau kembali proses verifikasi administratif dan teknis yang telah dilakukan melalui aplikasi Minerba One Data Indonesia (MODI) milik Kementerian ESDM.
Usai berorasi di kantor Gubernur, massa diarahkan untuk melakukan mediasi di dalam kantor, sebelum melanjutkan tuntutan serupa di gedung DPRD Maluku dengan poin-poin yang tak berubah.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Maluku menerbitkan IPR bagi 10 koperasi pada 25 April 2025. Asisten II Sekda Maluku, Kasrul Selang, menjelaskan bahwa setiap koperasi sudah melewati verifikasi ketat mulai rencana penambangan, pengelolaan lingkungan, hingga transparansi keuangan dan akan diberi jatah lahan 10 hektare per koperasi.
Kasrul menambahkan, “Penambangan akan diawasi langsung Inspektur Tambang Kementerian ESDM untuk memastikan kepatuhan terhadap batas wilayah dan prosedur. Kami juga mengimbau penambang ilegal segera meninggalkan lokasi demi mencegah kerusakan dan potensi korban jiwa.
Pemerintah berharap kehadiran koperasi legal dapat menciptakan praktik pertambangan yang aman, ramah lingkungan, dan memberi manfaat jangka panjang bagi masyarakat setempat.DMS