Jakarta (DMS) – Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurahman menyatakan, industri penjaminan memiliki peran strategis dalam menjembatani kesenjangan pembiayaan yang dihadapi UMKM, khususnya terkait masalah agunan di lembaga keuangan.
“Industri penjaminan memiliki peran yang sangat strategis dalam menjembatani kesenjangan antara UMKM yang memiliki potensi, namun terkendala agunan, dengan lembaga keuangan yang berhati-hati dalam menyalurkan kredit,” ujar Maman dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (17/4).
Ia menjelaskan, pemerintah menargetkan pengembangan UMKM melalui tiga aspek utama, yakni perluasan akses pembiayaan, transformasi digital, dan peningkatan daya saing.
Mengacu pada data Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) Bank Indonesia per Januari 2025, rasio kredit UMKM terhadap total kredit perbankan pada 2024 hanya mencapai 19,52 persen dari total nilai kredit sebesar Rp7.946 triliun.
Sementara itu, kajian Ernst & Young Indonesia mencatat kebutuhan kredit UMKM secara nasional diperkirakan mencapai Rp4.300 triliun pada 2026. Namun, saat ini baru sekitar Rp1.900 triliun yang terakomodasi, sehingga terdapat kesenjangan pembiayaan (financial gap) sebesar Rp2.400 triliun.
“Masih besarnya financial gap ini menjadi tantangan tersendiri dalam meningkatkan rasio kredit UMKM,” kata Maman.
Ia menegaskan, pemerintah terus mendorong lembaga keuangan dan perbankan agar meningkatkan penyaluran kredit kepada UMKM dengan skema yang lebih mudah dan terjangkau. Di samping itu, pemerintah juga mengembangkan alternatif pembiayaan seperti fintech lending dan crowdfunding.
Maman juga menekankan pentingnya kolaborasi antarpemangku kepentingan guna mendorong pertumbuhan sektor UMKM.
“Mengurus UMKM adalah kerja gotong royong, mulai dari aspek regulasi, pembiayaan, dan lainnya. Sebagai stakeholder UMKM, kita harus memiliki semangat kolaborasi untuk mendukung UMKM berkembang,” ujarnya.DMS/AC