California, AS – Pertemuan antara Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping di pinggiran San Francisco pada KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) tidak merubah pandangan Biden terhadap kepemimpinan Xi. Meskipun dialog berlangsung selama empat jam, Biden tetap konsisten menyebut Xi sebagai seorang diktator.
Dalam konferensi pers yang digelar setelah pertemuan bilateral tersebut, seorang wartawan menanyakan apakah pandangan Biden terhadap Xi sebagai seorang diktator masih sama seperti pernyataannya pada Juni. “Ya, dia seorang diktator dalam artian dia adalah seseorang yang menjalankan negara komunis yang didasarkan pada bentuk pemerintahan yang sama sekali berbeda dari kita,” ungkap Biden.
Pernyataan tegas tersebut mendapat respons dari Kementerian Luar Negeri China. Tanpa menyebut nama Biden, juru bicara Kemlu China, Mao Ning, menyatakan penentangan mereka terhadap pernyataan tersebut. “Pernyataan ini sangat keliru dan merupakan manipulasi politik yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya kepada wartawan.
Mao menegaskan, “Perlu ditekankan bahwa beberapa orang dengan motif tersembunyi akan selalu berusaha menghasut dan merusak hubungan AS-China, dan mereka pasti akan gagal.” Namun, Mao tidak merinci identitas dari “beberapa orang” yang dimaksud.
Pada Maret 2023, Xi Jinping terpilih kembali sebagai Presiden China untuk masa jabatan ketiga, mendapatkan suara bulat dari hampir 3.000 anggota Kongres Rakyat Nasional. Meskipun pemilihan ini mendapat kritik karena kurangnya persaingan yang signifikan, Xi dianggap sebagai pemimpin China paling berkuasa sejak Mao Zedong. Kekuasaannya selama satu dekade terakhir mencakup penguatan kendali terhadap kebijakan, militer, dan pembatasan kebebasan media.
Belum ada tanggapan langsung dari delegasi China yang hadir di AS untuk menghadiri KTT APEC di San Francisco. Sementara itu, ratusan orang berkumpul di pusat kota untuk melakukan protes terhadap pemerintah China, mengeluarkan slogan-slogan seperti “Bebaskan Tibet” dan “Bebaskan Hong Kong.”
Meskipun retorika kontroversial ini, perselisihan antara kedua negara tidak menghalangi upaya mereka untuk mengadakan pembicaraan ekstensif guna meredakan ketegangan dan memperbaiki hubungan bilateral, termasuk pertemuan puncak yang berlangsung pada Rabu. DMS-Ac