Jakarta – Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat hukuman pengusaha Harvey Moeis menjadi 20 tahun penjara dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah pertambangan PT Timah Tbk.
Selain hukuman pidana, jumlah uang pengganti yang harus dibayar Harvey juga dinaikkan dari Rp 210 miliar menjadi Rp 420 miliar.
Ketua majelis hakim, Teguh Harianto, dalam sidang putusan banding yang digelar di PT DKI Jakarta pada Rabu (13/2/2025), menyatakan bahwa Harvey Moeis adalah aktor utama dalam tindak pidana korupsi ini.
“Menimbang bahwa Terdakwa Harvey Moeis adalah salah satu aktor yang berperan penting dalam terjadinya tindak pidana korupsi komoditas timah di wilayah pertambangan PT Timah Tbk yang telah merugikan keuangan negara secara signifikan. Terdakwa bertindak sebagai penghubung antara penambang ilegal dan perusahaan smelter serta sebagai koordinator beberapa perusahaan cangkang ilegal,” ujar hakim Teguh.
Keuntungan Rp 420 Miliar Dinikmati Sendiri
Dalam pertimbangan hukumnya, hakim menyebutkan bahwa Harvey Moeis telah memperkaya diri sendiri hingga Rp 420 miliar. Selain itu, ia juga memperkaya pihak lain, termasuk Helena Lim. Namun, hakim menegaskan bahwa Helena Lim tidak mendapatkan bagian dari uang Rp 420 miliar tersebut.
“Terungkap fakta hukum bahwa uang yang dikumpulkan Terdakwa Harvey Moeis juga ditransfer ke PT Quantum, lalu kembali disetor kepada Terdakwa dengan jumlah mencapai Rp 420 miliar. Sementara itu, Helena Lim hanya memperoleh keuntungan sebesar Rp 900 juta dari money changer-nya, sehingga tidak terbukti bahwa ia menikmati uang hasil korupsi yang dikumpulkan Harvey Moeis,” kata hakim Teguh.
Berdasarkan fakta tersebut, hakim memutuskan bahwa uang pengganti sebesar Rp 420 miliar tetap harus dibebankan kepada Harvey Moeis.
Vonis Lebih Berat
Selain hukuman penjara 20 tahun, majelis hakim juga memperberat denda yang harus dibayar Harvey Moeis menjadi Rp 1 miliar dengan ketentuan subsider 8 bulan kurungan.
Kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah ini terbukti menyebabkan kerugian negara hingga Rp 300 triliun. Kerugian tersebut meliputi penyewaan alat peleburan, pembayaran bijih timah dari tambang ilegal, serta dampak kerusakan lingkungan.
Berikut rincian kerugian negara dalam kasus ini:
Kerugian atas penyewaan alat peleburan yang tidak sesuai ketentuan: Rp 2,2 triliun
Kerugian akibat pembayaran bijih timah dari tambang ilegal: Rp 26,6 triliun
Kerugian akibat kerusakan lingkungan: Rp 271 triliun
Total kerugian negara: Rp 300 triliun
Putusan ini menjadi babak baru dalam upaya penegakan hukum terhadap kasus korupsi yang berdampak besar pada perekonomian dan lingkungan.DMS/DC