Jakarta (DMS) – Anggota DPR RI dari Fraksi PDI-P, Rieke Diah Pitaloka, mengusulkan agar rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025 ditunda. Ia menilai kebijakan ini berpotensi menimbulkan dampak besar terhadap masyarakat, termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan risiko krisis ekonomi.
“Pertimbangan ekonomi dan moneter, seperti meningkatnya angka PHK, deflasi selama lima bulan berturut-turut, serta kenaikan harga kebutuhan pokok, harus diwaspadai. Semua ini berpotensi memicu krisis ekonomi,” ujar Rieke saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (21/12/2024).
Rieke mendesak Presiden RI Prabowo Subianto untuk menunda atau membatalkan rencana kenaikan PPN tersebut. Ia juga merekomendasikan penerapan sistem self-assessment monitoring dalam tata kelola perpajakan untuk memastikan efektivitas dan transparansi sistem tersebut.
Selain itu, Rieke menekankan pentingnya pemberantasan korupsi sebagai langkah awal dalam menyusun strategi pelunasan utang negara.
“Saya mendukung Presiden Prabowo untuk menunda atau bahkan membatalkan kenaikan PPN 12 persen sesuai dengan amanat Pasal 7 ayat (3) dan ayat (2a) UU 7/2021,” tegasnya.
Rieke menjelaskan bahwa Pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan menetapkan tarif PPN sebesar 11 persen mulai 1 April 2022, dengan kenaikan menjadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025.
Namun, Pasal 7 ayat (3) juga memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menyesuaikan tarif PPN dalam rentang 5 persen hingga 15 persen, dengan syarat berkonsultasi bersama DPR RI.
“Menteri Keuangan dapat menyesuaikan tarif PPN berdasarkan perkembangan ekonomi dan moneter, serta harga kebutuhan pokok, setelah berkonsultasi dengan DPR terkait,” tambah Rieke.
Ia berharap pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan ini agar tidak membebani masyarakat yang saat ini masih menghadapi kondisi ekonomi yang belum stabil.DMS/KCDC