Jakarta (DMS) – Sebanyak 1.235 warga negara Indonesia (WNI) menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di kawasan Asia Tenggara sepanjang 2024–2025. Mayoritas korban ditemukan di Myanmar, diikuti Kamboja dan Laos.
Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, menyampaikan bahwa pemulangan korban terbanyak berasal dari Myanmar.
“Pada 2024, hanya 26 WNI yang dipulangkan dari Myanmar, namun melonjak drastis menjadi 698 orang pada 2025,” ujar Karding dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Jakarta, Senin (28/4).
Sementara itu, pemulangan dari Kamboja tercatat 391 orang pada 2024 dan 82 orang pada 2025, sehingga total 473 orang. Dari Laos, jumlah korban mencapai 38 orang dalam dua tahun terakhir.
Selain itu, laporan pengaduan pekerja migran juga meningkat. Sepanjang 2025, tercatat 43 pengaduan dari Kamboja, 7 dari Myanmar, dan 8 dari Laos, yang diterima melalui jalur resmi, media sosial, hingga laporan masyarakat.
Karding menambahkan, sepanjang masa jabatannya hingga Maret 2025, P2MI berhasil menggagalkan keberangkatan 7.701 calon pekerja migran ilegal.
Namun, tantangan besar masih dihadapi, terutama karena banyak calon pekerja menggunakan visa wisata untuk memasuki negara-negara seperti Laos, Kamboja, dan Myanmar.
“Mereka rata-rata berangkat menggunakan visa wisata, sehingga sulit dicegah di pos imigrasi,” ujarnya.
Ia juga mengungkap modus sindikat TPPO yang semakin canggih, antara lain melalui penyebaran iklan lowongan palsu di media sosial, perekrutan tanpa perusahaan resmi, penggunaan visa wisata dan tiket pulang-pergi untuk mengelabui petugas, serta pemberangkatan kelompok kecil melalui jalur darat, udara, maupun laut.
Karding menyebut para korban kerap diberangkatkan melalui pelabuhan tikus di Batam atau jalur darat dari Kalimantan ke Malaysia sebelum menuju negara tujuan.
“Mereka disamarkan seolah-olah berwisata. Mereka dimake-up supaya tampak seperti turis,” tuturnya.DMS/CC