Bali – Dorab Mistry, Direktur Godrej Internasional, mengungkapkan bahwa Indonesia kini menjadi fokus utama dalam penentuan harga minyak nabati global. Hal ini terutama terkait dengan produksi kelapa sawit yang merupakan salah satu komoditas utama ekspor dari Indonesia, serta adanya potensi dampak El Nino yang dapat mempengaruhi pasokan pasar.
Menurut Mistry, faktor-faktor seperti kebijakan The Federal Reserve System (The FED), potensi resesi di tahun 2024, perkembangan geopolitik di Ukraina dan Gaza, dan perubahan harga dolar Amerika Serikat juga akan mempengaruhi harga minyak nabati global untuk tahun 2024.
Dalam konteks tersebut, penting untuk mempertimbangkan jumlah pasokan minyak nabati di tengah potensi El Nino, implementasi mandatori biofuel di Indonesia dan negara lain seperti Brazil, serta kebijakan pemerintah Amerika Serikat terkait subsidi biofuel.
Sementara itu, Thomas Mielke, seorang peneliti minyak nabati global dari Oil World, memprediksi adanya penurunan produksi kelapa sawit global selama 10 tahun mendatang. Di sisi lain, konsumsi minyak nabati terus meningkat untuk kebutuhan makanan, energi, dan industri oleokimia.
Namun demikian, ada tantangan dalam hal daya saing kelapa sawit Indonesia di pasar global akibat penurunan produksi. Thomas menyoroti pentingnya peningkatan yield per hektare untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen dan eksportir terbesar kelapa sawit di dunia.
Nagaraj Meda, CEO dan Pendiri Transgraph, menambahkan bahwa kebijakan Indonesia terkait implementasi biodiesel B35 dan rencana peningkatan menjadi B40 pada tahun 2024 akan memberikan dampak signifikan terhadap konsumsi minyak kelapa sawit di pasar global, khususnya di Amerika Serikat.
Dia menyarankan bahwa pemerintah Indonesia harus lebih berfokus pada pendanaan program peremajaan kebun untuk meningkatkan produksi nasional, terutama di tengah tren penurunan produksi kelapa sawit. DMS