Jakarta – Gejala demam berdarah dengue (DBD) belakangan disebut mengalami perubahan. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Imran Pambudi menyebut hal ini berkaitan dengan reaksi imunologi.
“Memang ada beberapa laporan yang menunjukkan ada perubahan gejala DBD setelah pandemi COVID-19. Hal ini memang terkait perubahan reaksi imunologi yang terjadi pada tubuh seseorang yang pernah terinfeksi COVID-19,” beber Imran baru-baru ini.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI dr Siti Nadia Tarmizi juga membenarkan adanya laporan terkait. Gejala klinis seperti bintik-bintik merah tidak lagi ditemukan.
Namun, hal ini menurutnya masih perlu dikaji lebih lanjut. Kemungkinan besar keluhan bintik-bintik merah tetap ada, tetapi tersembunyi di bagian tubuh tertentu.
“Jadi orang bisa demam tiga hari kemudian tiba-tiba masuk ke dalam kondisi syok tanpa ada gejala perdarahan. Tapi memang agak sulit karena bintik-bintik merah itu kan tempatnya tersembunyi, mungkin di punggung tangan, di punggung badan sehingga tidak jelas,” kata dr Nadia saat ditemui seusai konferensi pers Hospital Based, Senin (6/5/2024).
Apa Pemicu Gejala DBD Mengalami Perubahan?
Pakar epidemiologi Universitas Griffith Australia menyebut kecenderungan perbedaan gejala DBD terjadi pasca pandemi, khususnya di daerah dengan tingkat kasus DBD tinggi seperti Jawa Barat. Tidak adanya gejala klasik seperti bintik merah dan mimisan ketika angka trombosit sudah rendah, bahkan di bawah 100, menjadi kekhawatiran baru.
“Nah ini jelas satu hal yang berkaitan dengan imunitas atau reaksi imun yang cukup kompleks untuk diketahui dan perlu waktu tentu, artinya menurut saya ya bisa jadi ada pengaruh dari seseorang setelah dia terinfeksi COVID-19, karena bicara COVID-19 kan ada perubahan dalam imunitas seseorang jadi dia lebih rentan sebetulnya,” terang dia.
Menurut Dicky, hal ini menandakan bahaya dari COVID-19 selepas pandemi tidak lantas hilang. Pada pasien yang mengalami gejala long COVID-19, mereka yang pernah terpapar virus lebih dari dua kali, dan kelompok belum divaksinasi cenderung berisiko mengalami perubahan gejala tersebut.
Bahaya dari Perbedaan Gejala
Perubahan gejala DBD dikhawatirkan membuat sejumlah dokter atau tenaga kesehatan tidak lagi mengenali infeksi yang kemudian menghambat pengobatan pasien lantaran berujung salah diagnosis. “Itu kalau dia tidak update,” terang dia.
“Tapi kan kalau bicara teknologi skriningnya lah pemeriksaan sekarang sudah ada yang jauh lebih sensitif dan itu tentunya harusnya pemerintah dalam hal ini Kemenkes RI memastikan alat deteksi lebih sensitif ini di kabupaten atau kota,” sambungnya.DMS/AC