Surabaya (DMS) – Usulan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengajukan vasektomi sebagai syarat bagi penerima bantuan sosial (bansos) memicu pro dan kontra di masyarakat. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Wihaji, turut memberikan tanggapan.
Wihaji menjelaskan bahwa isu vasektomi bukan hal baru dan telah menjadi bahan perdebatan sejak 1977, dengan pembahasan ulang pada 1983, 2009, dan 2012. Ia menyebut, berdasarkan keputusan Ijtima Ulama, vasektomi dinyatakan haram kecuali dalam kondisi tertentu.
“Vasektomi haram kecuali dilakukan tanpa mengganggu kesehatan, tidak menyebabkan kemandulan permanen, tidak bertentangan dengan syariat Islam, serta dapat direkanalisasi atau disambung kembali,” ujar Wihaji saat ditemui di Kantor BKKBN Jawa Timur, Selasa (6/5/2025).
Menurut Wihaji, pelaksanaan vasektomi oleh BKKBN selalu mengikuti ketentuan yang diatur oleh Ijtima Ulama, dengan penerapan skrining ketat.
“Syaratnya, usia peserta minimal 35 tahun, memiliki setidaknya dua anak, mendapatkan persetujuan istri, dan harus melalui proses skrining yang ketat agar tidak disalahgunakan,” jelasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah merekomendasikan agar BKKBN tidak mengampanyekan vasektomi secara aktif karena masih banyak metode kontrasepsi lainnya yang tersedia.
“Kita punya banyak pilihan seperti implan, IUD, kondom, suntik, dan pil. Semuanya mengikuti ketentuan ulama,” katanya.
Menanggapi langsung usulan dari Gubernur Jawa Barat, Wihaji memilih untuk tidak berkomentar lebih jauh.
“Terkait usulan tersebut, saya tidak berkomentar. Prinsipnya, BKKBN hanya menyediakan layanan vasektomi sesuai ketentuan yang ada dan mengikuti rekomendasi ulama,” pungkasnya.DMS/DC