Berita Maluku, Ambon – Di Indonesia kusta masih menjadi masalah kesehatan karena menimbulkan masalah yang sangat komplek, bukan hanya dari segi medis tetapi meluas hingga masalah sosial, ekonomi dan budaya karena masih terdapat stigma dan diskriminasi di masyarakat terhadap penderita kusta dan keluarganya.
Penderita kusta tak hanya bergelut dengan tampilan fisik yang mereka miliki. Namun, harus menerima stigma negatif dari lingkungan sekitar. Dampaknya mereka sulit mendapat pekerjaan dan tersisihkan.
Berangkat dari kepedulian terhadap pasien lepra, Tim Identifikasi Tanda-Tanda Mata, Ekstremitas Kulit pada Penderita Kusta (Katamataku) berlangsung di Kampus Unpati, Jumat (10/03).
Kegiatan pengabdian masyarakat di inisiasi oleh beberapa dokter spesialis Mata, Kulit, dan Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo serta Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik yang tergabung dalam tim “Katamataku Universitas Indonesia.
Tim Katamataku turut melibatkan fakultas kedokteran Univresitas Pattimura (Unpati) Ambon, Lintas sektor, Pemerintah Daerah, Dinas Kesehatan Maluku serta organisasi profesi terkait.
Demi tercapainya kesuksesan acara ini, kegiatan multi disiplin ini mengangkat tiga topik utama yaitu kesehatan, agroekonomi, dan antistigma.
Ketua Katamataku FKUI, Dr. dr Yunia Irawati, Sp.M (K) menyebutkan, di Indonesia kusta masih menjadi masalah kesehatan karena menimbulkan masalah yang sangat komplek, bukan hanya dari segi medis tetapi meluas hingga masalah sosial, ekonomi dan budaya karena masih terdapat stigma dan diskriminasi di masyarakat terhadap penderita kusta dan keluarganya.
Dijelaskan, kegiatan ini merupakan program berkelanjutan jangka panjang, tujuanya ingin memberdayakan warga eks penderita kusta, keluarga, dan masyarakat sekitar untuk mengikuti aneka program berkelanjutan.
Menurutnya, rata-rata orang yang pernah menderita kusta (OYPMK) berpendidikan rendah dan 46 persen penderita tidak bekerja.
Yunia Irawati menyebutkan, belum terakomodirnya potensi OYPMK dalam meningkatkan kesejahteraan, menjadi permasalahan bagi penderita kusta, keluarga dan masyarakat sekitar permukiman.
Oleh karena itu, tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan status Kesehatan melalui deteksi dini disabilitas pada kusta, meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai penyakit kusta serta kecacatan tangan, kaki, mata dan THT yang dapat ditimbulkan akibat penyakit kusta, meningkatkan pengetahuan serta keterampilan klinis dokter setempat dalam diagnosis dan tatalaksana pasien kusta, serta menurunkan stigma penyakit kusta.
Hal ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No.18 Tahun 2020 dengan target eliminasi kusta pada akhir tahun 2024.
Diharapkan melalui kegiatan ini mampu menginspirasi pihak lain untuk melakukan kegiatan serupa, sehingga mampu meminimalisir diskriminasi yang diderita penyandang kusta dan membuatnya menjadi zero leprosy sesuai keinginan WHO.
Adapun kegiatan pengabdian masyarakat ini dilakukan selama dua hari, 10-11 Maret 2023 meliputi , pemeriksaan kesehatan pada pasien suspek kusta, pasien kusta dalam pengobatan dan pasien kusta selesai pengobatan.
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan kulit, tangan dan kaki, mata serta THT kepada 250 pasien serta pemberian kacamata, pelembap dan artificial tears.
Tim Katamataku yang diterjunkan dalam kegiatan ini terdiri dari 11 dokter spesialis kulit, 13 dokter spesialis mata, 4 dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi, 50 dokter umum, 6 dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorok , 1 dokter spesialis bedah plastik, 1 dokter spesialis patologi klinik dan Tenaga Kesehatan lain.
Sebelumnya Tim Katamataku pada Kamis, 09 Maret kemarin, melakukan kegiatan sosialisasi kepada warga dan siswa sekolah serta pemeriksaan kesehatan kesehatan di desa Latuhalat, Kecamatan Nusaniwe kota Ambon.DMS