Berita Maluku, Ambon – Pergerakan Mahasiswa Kabupaten Buru (PKBM) meminta Kapolda Maluku, Irjen Pol Refdi Andri, mencopot dan mengevaluasi kinerja Kapolres, Kasat Reskrim dan Kasat Intel Polres Pulau Buru serta Kapolsek Waiapo karena diduga melakukan pembiaran dan kerja sama dengan penambang illegal
Desakan ini disampaikan oleh mahasiswa saat mendatangi Mapolda Maluku, di Jalan Rijali, Ambon, Senin (02/08).
Kehadiran mahasiswa di Mapolda untuk menyampaikan aspirasi terkait dugaan keterlibatan dan kerjasama oknum Polisi dengan penambang illegal di kawasan gunung botak.
Di Mapolda, mahasiswa diterima Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol Mohamad Roem Ohoirat di ruang kerjanya. Selain berdialog mahasiswa juga menyampaikan delapan butir tuntutan (pernyataan sikap).
Kabid Humas Kombes Pol .Mohamad Room Ohoirat, mengapresiasi bentuk penyampaian aspirasi, karena dilakukan dalam bentuk dialog bersama Polda Maluku.
“Atas nama Kepolisian Daerah Maluku kami sangat mengapresiasi penyampaian aspirasi dari adik-adik mahasiswa dalam bentuk seperti ini tanpa harus turun ke jalan melakukan demo, apalagi di tengah kondisi kota Ambon sedang dilanda Covid saat ini”kata Ohoirat.
Dijelaskan proses pembersihan lokasi gunung botak dari aktivitas penambang illegal di sudah seringkali dilakukan oleh pemerintah Provinsi Maluku melibatkan Polda Maluku dan Kodam XVI Pattimura bersama Pemerintah Kabupaten Buru.
Ohoirat menegaskan Polda Maluku akan mengambil tindakan hukum jika terbukti ada oknum anggota Polisi terlibat dan melindungi para penambang illegal.
“Polda berkomitmen menindak tegas oknum anggota Polisi yang terlibat, beberapa waktu lalu ada yang dipecat, ada yang dipindahkan ada yang di bebastugaskan”kata Ohoirat.
Adi Lamangga kepada DMS Media Group mengatakan, kehadiran PMKB di Polda Maluku, untuk menyampaikan tututan dugaan keterlibatan oknum Polisi dengan penambang illegal di kawasan gunung botak.
Dikatakan tuntutan mereka sudah disampaikan kepada Kapolda melalui Kabid Humas antara lain, meminta Kapolda Maluku, Irjen Pol Refdi Andri, mencopot dan mengevaluasi kinerja Kapolres, Kasat Reskrim dan Kasat Intel Polres Pulau Buru serta Kapolsek Waiapo karena diduga melakukan pembiaran maupun kerja sama dengan penambang illegal dan oknum-oknum yang memiliki TON,Tromol dan Rendaman di dataran Waiapo.
Mahasiswa juga mendesak Kepolisian daerah Maluku mengusut tuntas serta menangkap oknum-oknum penambang yang terlibat menggunakan bahan mercury karena berdampak merusak lingkungan sekitar.
Selain itu mereka juga meminta Polda Maluku mengusut dan memproses hukum para mafia penyuplai bahan berbahaya dan beracun yakni mercury dan sianida ke Kabupaten Buru.
Pemerintah Provinsi Maluku juga diminta melegalkan tambang gunung botak menjadi tambang rakyat sesuai aturan sehingga memberi dampak dan manfaat bagi masyarakat di Pulau Buru.
Diketahui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2017 lalu menutup dua lokasi penambangan emas rakyat di Pulau Buru, Maluku. Kedua lokasi tambang emas tanpa izin itu berada di Gunung Botak dan Gogorea.
Selain ilegal, aktivitas penambangan di lokasi tersebut menggunakan bahan berbahaya, yakni merkuri dan sianida.
Keputusan menutup lokasi tambang dilakukan setelah Kementerian ESDM melakukan survei ke lapangan dan melakukan evaluasi.
Sebelumnya ada klaim yang menyebutkan aktivitas penambangan di lokasi tersebut telah memiliki perizinan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Setelah dilakukan pengecekan oleh kementerian ESDM, ternyata WIUP tersebut illegal
Dua lokasi tambang emas ini pernah ditutup November 2015 lewat operasi yang dilakukan bersama-sama polisi, TNI, serta dinas terkait.
Dalam aksi penutupan tambang tersebut, sekitar 13.000 warga yang beraktivitas di gunung Botak bersedia turun dan dievakuasi dari Pulau Buru.DMS